26.5 C
Mataram
Jumat, 26 April 2024
BerandaBerita UtamaCerita Papuk Koeng: Sekuat Tenaga Bertahan Hidup di Tengah Kesendirian

Cerita Papuk Koeng: Sekuat Tenaga Bertahan Hidup di Tengah Kesendirian

Lombok Tengah (Inside Lombok) – Di rumah kecilnya yang terbuat dari anyaman bambu yang mulai usang, Papok Koeng (70), janda tua asal Dusun Bungkate Bat, Desa Bungkate, Kecamatan Jonggat, Lombok Tengah (Loteng) bertahan hidup di tengah kesendiriannya. Suaminya telah meninggal belasan tahun silam. Sementara anak perempuan semata wayangnya telah menikah dan tinggal di tempat yang jauh darinya.

Rumah yang ditinggali Papuk Koeng sendiri jauh dari kata layak. Atap gubuk itu kerap bocor ketika hujan turun.

“Sudah lama sekali saya tinggal sendiri. Memang dulu tinggal di kampung, tapi saya ada tanah di tengah ini, jadi buat di sini,” katanya kepada Inside Lombok saat ditemui di rumahnya.

Sambil memamah sirih pinang, Papuk Koeng bercerita meski tubuhnya sudah tidak bisa berdiri tegak lagi, sehari-hari ia pergi mencari keong sawah untuk memberi makan empat ekor bebek peliharaannya.

- Advertisement -

“Ini sudah pekerjaan saya, cari keong untuk kasi makan bebek, ada empat banyaknya alhamdulillah,” imbuhnya. Selain itu, Papuk Koeng juga kerap mencari pelepah pohon kelapa yang sudah kering untuk diambil bilah daunnya dan dijadikan sapu lidi. Sapu lidi itu kemudian dijual ke pasar.

Hidup sendirian di tengah keterbatasan itu membuat Papuk Koeng tidak jarang harus menaham lapar. Ia sering tidak memiliki makanan. Untungnya ada warga sekitar yang masih peduli dan mengantarkan sedikit makanan padanya.

Namun, jika tidak ada makanan dan tidak ada tetangga yang mengantarkan, tidak jarang juga Papuk Koeng memilih berpuasa. “Sekarang masih ada beras sisa sampai seminggu saja, kalau tidak ada kadang ada yang kasihan datang antarkan makanan,” lirihnya.

Di usianya yang terbilang sudah renta, Papuk Koeng rentan terjangkit penyakit. Tidak banyak lagi hal yang bisa dilakukannya untuk memenuhi kebutuhan hidup. Selain mencari keong untuk makan bebek peliharannya dan membuat sapu lidi yang dijual ke pasar.

Rumah Papuk Koeng di Dusun Bungkate Bat, Desa Bungkate, Kecamatan Jonggat, Loteng. (Inside Lombok/Fahri)

Diakui Papuk Koeng, hidup seorang diri membuatnya sering khawatir saat malam hari akan meninggal tiba-tiba tanpa ada siapa-siapa yang mendampingi. Pikiran itu sering menghampiri terutama jika dirinya sedang sakit.

“Kalau malam karena tidak ada tetangga saya khawatir seperti sudah tiba ajal,” paparnya.

Rumah Papuk Koeng memang cukup berjarak dari pemukiman warga. Rumah itu menjadi satu-satunya yang berada di tengah sawah. Untuk menuju rumah Papuk Koeng, harus ditempuh melalui pematang sawah kecil dan tidak bisa dilalui oleh kendaraan

“Kalau musim hujan seperti sekarang memang jalannya lebok (becek, Red). Jadi susah jika ada orang yang mau ke sini,” lanjut Papuk Koeng.

Rumah berukuran kurang lebih 4×5 meter itu dibagi menjadi dua ruangan. Antara lain kamar tidur berisikan sebuah tikar tipis tanpa ada kasur, kemudian bagian depan yang berfungsi sebagai teras sekaligus dapur dan tempat menaruh tumpukan kayu bakar.

“Ini sudah tempat saya tinggal. Yang penting ada sambil menunggu kematian,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca. (fhr)

- Advertisement -

Berita Populer