Mataram (Inside Lombok) – Alih fungsi di Kota Mataram tetap terjadi setiap tahun. Namun, pada 2021 kemarin jumlah alih fungsi lahan di Kota Mataram terbilang rendah, hanya sekitar 15 hektare.
Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram, H. Mutawalli menyebut biasanya alih fungsi lahan di Kota Mataram setiap tahunnya rata-rata seluas 40 hektare. Namun pada 2021 lalu menurun signifikan hingga 50 persen.
“Yang 15 hektare itu dari 1.513 hektare lahan. Jadi yang tersisa sekarang itu sekitar 1.498 hektare di Kota Mataram,” katanya, Selasa (24/5) di Mataram.
Rendahnya alih fungsi lahan yang terjadi tahun lalu diduga disebabkan karena perekonomian yang sulit akibat pandemi Covid-19. Sehingga pembangunan perumahan yang membutuhkan porsi alih fungsi lahan cukup besar jadi jarang dilakukan.
“Perekonomian stagnan kemarin itu. Sehingga tidak banyak orang bangun rumah,” kata Mutawalli. Kondisi tersebut diprediksi tidak akan bertahan lama. Artinya, alih fungsi lahan di Kota Mataram justru akan terjadi peningkatan karena pembangunan yang semakin pesat.
Disebutkan, jumlah alih fungsi lahan paling banyak terjadi pada 2016 lalu yaitu seluas 90 hektare. “Peruntukannya lebih banyak untuk pembangunan perumahan,” ujarnya.
Dengan alih fungsi lahan yang terus terjadi di Kota Mataram, Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) meminta agar bisa mempertahankan 1.497 hektare sebagai lahan sawah dilindungi. Namun jumlah lahan yang harus dipertahankan cukup luas, sehingga Pemkot Mataram mengaku tidak bisa melakukannya.
“Keluar persyaratan untuk bisa jadi LSD itu. Begitu syarat itu diterapkan di Mataram maka yang memenuhi hanya 460 hektare,” ungkapnya. Dengan demikian, masyarakat tetap diperbolehkan membangun di lahan pertanian selama tidak termasuk dalam lahan sawah dilindungi. (azm)