Mataram (Inside Lombok) – Petani di NTB diakui tak melirik potensi penanaman kedelai. Lantaran kedelai dinilai tidak memberikan keuntungan seperti jagung maupun padi. Sehingga untuk permintaan kedelai NTB masih memasok dari luar daerah atau bergantung pada kedelai eks impor.
Kepala Dinas Pertanian Provinsi NTB, Muhammad Riadi menerangkan untuk pengembangan kedelai lokal memang tidak banyak diminati petani. Di mana kedelai ini di masyarakat kurang insentif untuk menanam, apalagi membaiknya harga jagung sehingga mereka memilih tanaman jagung.
Dampaknya tidak hanya lahan kedelai direbut untuk menanam jagung, tapi padi juga lahannya direbut oleh jagung. Bahkan petani dapat menanam 2-3 kali karena harganya bagus.
“Ini tidak bisa kita salahkan petani, karena ujung muaranya itu ekonomi hitungannya. Tapi baik program, kita itu ada rencana alokasi untuk menanam kedelai dari pusat, kita tunggu,” kata Riadi, Kamis (17/2).
Kendati demikian, Pemprov NTB telah menganggarkan bantuan bibit atau benih kedelai maupun jagung di 2022 ini. Realisasinya menunggu informasi lebih lanjut dari satuan kerja (Satker) pemerintah pusat. Pasalnya, produksi lokal sendiri tidak banyak digunakan oleh produsen tahu tempe. Mereka lebih memilih menggunakan kedelai eks impor, sehingga mau tidak mau impor kedelai akan meningkat seiring harganya juga ikut naik.
“Secara tradisional masyarakat kita di Lombok Tengah, Gerung itu tidak terlalu insentif mereka menanam kedelai. Habis menanam padi langsung ditabur kedelai, segitu dapat hasil Alhamdulillah, kalau tidak ya tidak masalah,” jelasnya.
Menurut Riadi kondisi tersebut bukannya tidak berusaha diintervensi. Pemerintah dalam hal ini disebutnya telah memberi bantuan benih hingga obat-obatan, guna mendorong produksi kedelai lokal agar mencukupi permintaan pasar.
“Tapi memang secara dari produktivitas memang tanaman kedelai kita tidak banyak. Paling 1,2 ton sampai 1,3 ton, tidak pernah sampai lebih 2 ton produksi kita,” paparnya.
Jumlah produksi yang tidak banyak ini juga menjadi persoalan sehingga petani NTB tidak tertarik menanam kedelai. Kecuali pemerintah memberikan bantuan bibit, ongkos tanaman dan lainnya.
“Dari sanalah dia mendapat keuntungan sehingga panennya pure (bersih, red) untuk mereka. Tapi kalau dihitung dengan biaya produksi dan segala macam petani kita jarang tertarik,” ungkapnya.
Dikatakan, ketidak ketertarikan petani menanam kedelai karena hitungan-hitungannya secara ekonomi terbilang tidak menguntungkan. Namun, ada beberapa yang tertarik seperti di Bima Dompu yakni kalau ada untuk penangkaran benihnya. Karena benih itu harganya lebih tinggi daripada yang konsumsi
“Petani itu kan pasti memikirkan untung, kalau jagung lebih untung kenapa menanam kedelai,” jelasnya. (dpi)