Lombok Barat (Inside Lombok) – Bawaslu Lobar dinilai terkesa tebang pilih dalam melakukan pengawasan yang menyeret Kades Langko sebegai tersangka kasus dugaan tindak pidana Pemilu. Lantaran dilaporkan mengkampanyekan istrinya yang merupakan salah seorang Caleg. Asosiasi Kepala Desa (AKAD) Lobar geruduk kantor Bawaslu.
Mereka datang membawa sebuah keranda yang ditutupi kain putih bertuliskan “stop kirminalisasi Kades”, lalu membacakan talkin di depan pintu gerbang kantor Bawaslu.
“Berbicara proses pengadilan, tentu kita akan sama-sama pembuktian di pengadilan. Tapi sebelum itu terjadi, ada langkah-langkah preventif yang harus dilalui,” ujar Ketua AKAD Lobar, Sahril dalam orasinya di depan gerbang kantor Bawaslu Lobar, Selasa (16/01/2023) siang tadi.
Pihaknya pun mengancam akan melaporkan Bawaslu ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). “Kami meminta kepada DKPP untuk mengaudit kinerja Bawaslu Lobar dan pecat semua komisioner yang ada,” tegasnya.
Pihaknya menilai, banyak pelanggaran etik yang dilakukan Bawaslu dalam penindakan salah satu anggotanya tersebut. Karena saat menyuarakan atau diduga mengkampanyekan istrinya itu, Kades Langko disebutnya sedang tidak bertindak sebagai Kades. Melainkan pribadinya sebagai seorang suami.
Bahkan Sahril menilai jabatan Kades tidak melekat selama 24 jam. Terlebih saat itu Kades berinisal M itu menyampaikan hak yang diduga mengarah pada kampanye tersebut di Medsos dan grup WA sebagai pribadinya, bukan sebagai Kades.
“Yang kami pertanyakan, kapan Kepala Desa itu melekat jabatanya di facebook, di WA grup? Kalau berbicara sebuah instansi ada facebook pemerintah desa namanya. Sedangkan kalau atas nama pribadi tentu dia pakai akun pribadinya,” heran dia.
Ia mengatakan ada undang-undang lain yang memberikan hak pribadi untuk anggotanya itu dalam menyuarakan pilihannya. Selain undang-undang Hak Asasi Manusia, Kades Langko secara personal dianggap sedang memperjuangkan istrinya.
“Di mana marwah dia sebagai suami yang memperjuangkan istrinya,” imbuh pria yang merupakan Kades Jeringo ini.
Selain itu, Sahril bahkan meminta agar Bawaslu tidak tembang pilih dalam melakukan penindakan. Ia bahkan membandingkan kasus dugaan pelanggaran yang dilakukan Pj Gubernur NTB yang justru penanganannya hingga saat ini tidak jelas. Apalagi sampai ditetapkan tersangka seperti kades Langko. Belum lagi banyak Caleg yang juga menandai akun media sosial Kades saat melakukan kampanye.
“Kalau kita mau fair dengan penindakan itu, tindak orang-orang di grup WA maupun di facebook. Yang di dalamnya, disitu ada kami, TNI, Polisi dan ASN kalau mau berbicara soal jabatan yang melekat. Apakah ada yang ditindak, itu yang multitafsir dan tembang pilih?” kritiknya.
Sahril juga menyoroti kinerja Sentral Kinerja Penegkan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri dari unsur Kepolisian dan Kejaksaan. Karena kinerjanya dianggap kurang profesional. Bahkan ia akan melaporkan hal itu langsung ke Kapolri hingga Jaksa Agung.
“Kinerja Gakkumdu ini harus dievaluasi penyidik yang ada di sana (Gakkumdu), biar jelas. Jangan sia-siakan penggunaan uang negara hanya untuk memaksakan mentersangkakan Kades,” ketusnya.
Meski demikian Sahril tetap menghargai proses hukum yang sedang berjalan. Pihaknya pun sudah siap menghadapi kasus itu di pengadilan dan membuktikan Kades Langko tidak bersalah.
“Kami yakin saudara kami (Kades Langko) akan bebas,” pungkasnya.
Aksi unjuk rasa itu juga turut dihadiri oleh kades Langko berinisial M. Bahkan pria yang menggunakan kacamatan hitam itu sempat menyampaikan unek-uneknya atas kinerja Bawaslu yang membuatnya menjadi tersangka Tipilu tersebut.
“Kalian sudah berpendidikan tinggi, tapi sayang kalian masih tetap dalam lingkaran kepentingan dan kebobrokan,” tukasnya.
Ia pun menyebut, bahwa laporan dugaan pelanggaran netralitas yang dilakukannya tersebut hanya sebatas ia memancing diskusi di sebuah grup. “Saya hanya memancing perdebatan di grup WA karena itu grup diskusi,” dalihnya.(yud)