Mataram (Inside Lombok) – Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Nusa Tenggara Barat (NTB) masih mengalami masalah terkait perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI), Tenaga Kerja Wanita (TKW), juga masih banyaknya pengangguran secara umum. Kepala Disnakertrans NTB, melalui Kepala Bidang (Kabid) Penempatan dan Perluasan Kerja Disnakertrans NTB, Abdul Hadi, menerangkan bahwa hal tersebut disebabkan oleh kurangnya anggaran yang diterima Disnakertrans NTB.
Saat menyampaikan rilis terkait kerjasama Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dengan Pemerintah Malaysia yang akan dilakukan dalam waktu dekat, Hadi menyebut bahwa salah satu permasalahan penting yang perlu diatasi terkait perlindungan tenaga kerja adalah minimnya anggaran untuk biaya perjalanan.
“Memang kalau Disnakertrans ini harus dikasih biaya perjalanan yang banyak. Karena kita menempatkan tenaga kerja di asia pasifik, tapi dana perjalanan dinas ke luar negeri kita tidak ada. Tidak mungkin kami pakai uang sendiri. Pakai uang perusahaan nanti dikira korupsi. Jadi kami serba salah,” ujar Hadi, Jumat (22/02/2019).
Menurut Hadi, sebagai bentuk tanggung jawab, seharusnya Disnakertrans mampu melakukan peninjauan lapangan ke lokasi-lokasi kerja yang dipilih oleh para pekerja di Indonesia, khususnya masyarakat yang memilih menjadi TKI atau TKW.
“Harusnya kita melihat secara langsung. Nah, itulah kelemahan kita (tidak adanya anggaran ke luar negeri, red.). Jadi wajarlah permasalahan itu memang ada,” ujar Hadi.
Untuk tahun 2018, Disnakertrans NTB mengirim sebanyak 23.013 orang untuk bekerja sebagai TKI dan TKW. Hadi menerangkan bahwa jumlah tersebut menurun dari tahun 2017 dimana Disnakertrans NTB mengirim sekitar 40 ribu orang. Hal tersebut sebagai contoh kasus dimana Disnakertrans memutus pengiriman tenaga kerja ke Arab dikarenakan banyak masalah yang terjadi.
“Kita harus menjamin semua penduduk Indonesia memiliki kesempatan kerja yang sama,” ujar Hadi.
Selain itu, Hadi juga menyebutkan masalah lainnya yang dihadapi Disnakertrans adalah masih banyaknya masyarakat yang memutuskan bekerja di luar negeri melalui jalur non-prosedural. Dimana jalur tersebut semakin membuat Disnakertrans susah memberikan perlindungan seandainya terjadi hal tidak diinginkan.
“Di bandara itu ada Satgas untuk mengatasi TKI non-prosedural. Masalah lainnya adalah, begitu sudah ditangkap, kita tidak punya biaya untuk memulangkan. Ini kan susah. Ditangkap tapi tidak ada biaya memulangkan,” ujar Hadi.
Menurut Hadi, setidaknya Pemerintah perlu menganggarkan biaya perjalanan untuk mengecek kondisi Warga Negara Indoensia (WNI) yang bekerja di luar negeri paling sedikit Rp5 miliar. Hadi menyebut jumlah tersebut adalah jumlah anggaran minimal untuk memaksimalkan perlindungan tenaga kerja dari Disnakertrans.
Sedangkan untuk pencegahan masyarakat yang bekerja di luar negeri melalui jalur non-prosedural, Hadi menyebutkan setidaknya dibutuhkan anggaran sebesar Rp200 juta.
“Untuk pencegahan dan pemulangan tki non-prosedural itu kemarin kita ajukan Rp200 juta. Tapi karena ada bencana (gempa, red.) akhirnya itu dicoret dari anggaran,” ujar Hadi.
Hadi menyatakan bahwa Disnakertrans tetap akan berusaha semaksimal mungkin untuk memenuhi tupoksinya. Namun hal tersebut disampaikan Hadi tidak akan terwujud seandainya tidak ada dukungan dari Pemerintah sendiri dan juga masyarakat yang ingin mencari kerja.