Mataram (Inside Lombok) – Dinas Pertanian Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat mengatakan penanganan kasus sengketa gangguan kenyamanan akibat aktivitas peternakan warga dilakukan secara sosial kemasyarakatan dan kekeluargaan melalui musyawarah.
“Sampai hari ini, kasus sengketa masalah ternak hewan yang kami tangani mencapai puluhan dengan jenis ternak hewan yang dominasi dianggap mengganggu adalah ayam dan babi,” kata Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram Mutawalli di Mataram, Minggu.
Dia mengatakan klaim masyarakat yang banyak diterima terkait dengan aktivitas peternakan di masyarakat, berupa peternakan ayam dan babi di tengah kampung yang berdampak pencemaran lingkungan akibat kotoran ternak babi maupun ayam.
“Peran pemerintah dalam hal ini penting untuk menyelesaikan agar tidak merugikan kedua belah pihak,” katanya.
Ia mengatakan warga yang merasa tidak nyaman dengan aktivitas peternakan di tengah kampung biasanya akan menyampaikan klaimnya melalui aparat lingkungan, kelurahan, tetapi ada juga yang langsung ke kantor Distan Mataram.
“Dari kasus yang kami ditangani, sudah ada yang berdampak hingga penutupan peternakan warga karena setelah dilakukan kajian dan pertimbangan, aktivitas mereka terbukti mengganggu kenyamanan warga sekitar,” katanya.
Menyinggung tentang Rancangan Undang Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Tahun 2019, yang salah satunya menyebutkan denda Rp10 juta bagi hewan ternak masuk lahan orang terlalu, Mutawalli mengatakan, regulasi itu perlu dikaji dan dipertimbangkan lagi.
“Apalagi dendanya cukup tinggi, dan menghilangkan nilai-nilai sosial serta membuka peluang tindak kejahatan,” katanya.
Peluang kejahatan yang dimaksudkan Mutawalli adalah dikhawatirkan oknum masyarakat akan memanfaatkan aturan tersebut untuk mendapatkan denda tersebut dengan sengaja menabur pakan di lahan miliknya sehingga ternak milik tetangganya masuk ke pekarangannya.
“Kalau kondisinya seperti itu kan bisa bahaya dan banyak orang berniat jahat. Untuk itu perlu ada pengkajian yang lebih mendalam sebelum diberlakukan,” katanya.
Namun demikian, sambungnya, apabila RUU KUHP tersebut tetap akan disahkan, implementasi pada pasal tersebut harus ada turunan regulasi yang jelas sehingga tidak serta merta langsung memberikan sanksi denda.
“Dalam regulasi turunannya itu, perlu diperjelas lagi seperti apa dan sejauh mana perusakan yang diakibatkan ternak atau hewan peliharaan yang harus dikenakan denda tersebut,” katanya. (Ant)