Mataram (Inside Lombok) – Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat, Made Slamet menilai Dinas Kesehatan NTB lalai menjalankan tugas dan fungsinya menyusul ditetapkannya 10 rumah sakit di provinsi itu yang harus diturunkan kelasnya dari rumah sakit tipe C menjadi tipe D oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Meski penurunan kelas ini pada level administratif, tapi akibatnya cukup mempengaruhi. Karena itu jangan lalai, Dinas Kesehatan dan rumah sakitnya,” ujar Made Slamet di Mataram, Kamis.
Menurut politisi PDI Perjuangan tersebut, walaupun NTB masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) khususnya dokter spesialis dan sarana prasarana pendukung rumah sakit, mestinya hal tersebut tidak dijadikan alasan untuk tidak melaporkan informasinya secara berkala ke Kementerian Kesehatan.
“Jangan juga kita melupakan “update” informasi. Saya saja sebagai ketua yayasan diwajibkan memberikan laporan perkembangan yayasan yang saya pimpin secara berkala, karena kalau tidak, ada sanksi yang akan kita terima,” jelasnya.
Sementara itu, perihal kekurangan dokter spesialis yang menjadi acuan Kemenkes dalam memberikan penilaian selain sarana dan prasana pendukung, Made mengusulkan agar Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB perlu juga memikirkan pemberian beasiswa bagi dokter-dokter sehingga bisa melanjutkan bidang spesialisnya.
“Kenapa tidak beasiswa untuk S2 itu kita juga berikan kepada dokter. Tentunya ada persyaratan, misalkan jika selesai mereka harus kembali ke NTB. Karena menjadi dokter itu soal pengabdian kepada masyarakat,” ucapnya.
Agar penurunan kelas rumah sakit tersebut tidak terulang, Made mengingatkan Dinas Kesehatan (Dikes) untuk terus melakukan pengawasan secara ketat. Sebab, jika ini kembali terulang maka kerugian bagi daerah dan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit akan menjadi menurun.
Sebelumnya, delapan rumah sakit di NTB diturunkan kelasnya dari rumah sakit tipe C menjadi tipe D oleh Kemenkes karena terganjal masalah SDM dan sarana prasarana yang masih kurang.
“Ada 10 rumah sakit yang diturunkan kelasnya oleh Kemenkes,” kata Kepala Dinas Kesehatan (Dikes) NTB, dr Nurhandini Eka Dewi.
Penurunan tipe rumah sakit itu, kata Eka, karena rumah sakit yang ada di seluruh kabupaten/kota, tidak melakukan update informasi secara daring setiap ada penambahan SDM dokter, terutama dokter spesialis maupun sarana dan prasarana pendukung lainnya. Akibatnya, akhirnya yang dinilai Kemenkes sebagai bahan penilaian rumah sakit swasta maupun RSUD berdasarkan informasi lama, tidak yang terbaru.
Padahal, kata Nurhandini Eka Dewi, situasi ketenagakerjaan di rumah sakit seringkali berubah, terutama dokter spesialis, karena dokter spesialis rata-rata dikontrak, dan tidak selalu di tempat dan sedang berada di tempat lain.
Hal itulah yang terjadi pada beberapa rumah sakit, seperti RSUD Praya, Kabupaten Lombok Tengah, RSUD Sumbawa, RSUD Lombok Barat dan RSUD Bima.
“Mungkin inilah yang menyebabkan beberapa rumah sakit tidak mendapatkan penilaian sehingga kelas mereka diturunkan, karena tidak pernah melapor,” katanya. (Ant)