Mataram (Inside Lombok) – Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Nusa Tenggara Barat (ESDM NTB) Muhammad Husni menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah menaikkan tarif dasar listrik seperti isu yang berkembang di masyarakat saat ini.
“Terkait kewenangan menaikkan tarif dasar listrik, terakhir pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 3 Tahun 2020. Di dalam peraturan tersebut tidak ada kenaikan tarif dasar listrik,” kata Husni, di Mataram, Jumat.
Husni juga menyatakan bahwa kenaikan tarif dasar listrik memang menjadi kewenangan pemerintah.
Hal itu sesuai dengan Pasal 34 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 yang berbunyi pemerintah sesuai dengan kewenangannya menetapkan tarif tenaga listrik untuk konsumen dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
“Jadi tidak sembarang pemerintah menaikkan tarif tanpa persetujuan DPR,” ujarnya.
Ia mengatakan dalam menetapkan kenaikan tarif dasar listrik, pemerintah tetap memperhatikan keseimbangan dan kepentingan nasional, daerah dan kepentingan pelaku usaha penyedia jasa.
Jadi, kata Husni, posisi pemerintah adalah menjamin harga yang wajar baik bagi konsumen maupun pelaku usaha penyedia jasa. Sementara dari sisi ketersediaan energi listrik yang cukup dan berkualitas itu menjadi ranahnya PLN sebagai pelaku usaha penyedia jasa.
“Kita mendengar bahwa ada pelanggan yang menganggap ada kenaikan tarif listrik, padahal sebenarnya kenaikan tagihan rekening pemakaian listrik. Dan pemerintah sampai saat ini tidak pernah mengumumkan ada kenaikan tarif dasar listrik,” katanya.
Sementara itu, Senior Manager Niaga dan Pelayanan Pelanggan PLN Unit Induk Wilayah NTB, Fauzi Arubusman, juga menegaskan bahwa adanya peningkatan nilai tagihan dari pelanggan sepenuhnya akibat bertambahnya pemakaian listrik.
“Sebagian besar tagihan listrik yang mengalami peningkatan sejak pandemi COVID-19 adalah golongan rumah tangga. Peningkatannya mencapai 30-40 persen per bulan dilihat dari hasil survei tagihan. Berbeda dengan pelanggan golongan bisnis, seperti perhotelan, pemakaian listrik jauh berkurang,” katanya.
Menurut dia, peningkatan pemakaian listrik sebagai dampak dari adanya imbauan pemerintah agar masyarakat diam di rumah, anak-anak sekolah dan belajar di rumah secara daring. Selain itu, adanya kebijakan menerapkan bekerja di rumah bagi aparatus sipil negara dan pegawai perusahaan sejak adanya pandemi COVID-19 di Indonesia mulai Maret 2020 hingga saat ini.
Pemakaian listrik yang relatif tinggi di tingkat rumah tangga juga disebabkan karena adanya berbagai aktivitas masyarakat pada bulan puasa Ramadhan 1441 Hijriah, atau selama April-Mei 2020.
“Untuk tagihan pemakaian listrik pada Maret yang dibayar pada April, kami menggunakan perhitungan rata-rata pemakaian selama tiga bulan terakhir. Hal itu dilakukan karena petugas tidak bisa menjangkau daerah zona merah COVID-19. Kemudian pada Mei, petugas sudah melakukan pencatatan kWh, sehingga diperoleh adanya kenaikan tagihan sebesar 150-200 persen akibat bertambahnya pemakaian listrik dibandingkan sebelumnya,” ujarnya.
Meskipun demikian, kata Fauzi, pihaknya tetap memberikan kelonggaran berupa pembayaran dengan cara mengangsur selama tiga bulan bagi pelanggan yang mengalami peningkatan tagihan pemakaian lebih dari 100 persen.
“Kami juga membuka posko pelayanan pengaduan di 16 kantor layanan yang tersebar di 10 kabupaten/kota di NTB,” katanya. (Ant)