Mataram (Inside Lombok) – Gubernur Nusa Tenggara Barat, H. Zulkieflimansyah menganjurkan dan mendorong para kepala desa di provinsi itu untuk melakukan studi banding ke desa-desa yang sudah maju baik itu di dalam daerah, di provinsi lain di Indonesia hingga negara lain.
Gagasan studi banding tersebut disampaikan Gubernur NTB di hadapan ribuan kepala desa se-NTB saat Rapat Kerja Percepatan Penyaluran dan Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020 di Kota Mataram, Selasa.
Gubernur mengatakan membangun desa itu sebenarnya tidak susah. Yang penting adanya perubahan mindset atau pola pikir dari para kepala desa. Apalagi kata Bang Zul, zaman sudah berubah sehingga tantangan untuk menuju perubahan itu semakin besar.
“Saya menganjurkan kepada kepala desa untuk melakukan studi banding kepada desa-desa yang sudah sukses. Jangan alergi untuk studi banding, mengunjungi tempat-tempat yang bisa menghasilkan inovasi bagi para kepala desa,” ujarnya.
Orang nomor satu di NTB itu menegaskan membangun desa tidak bisa hanya dengan menggunakan strategi yang singuler atau sama. Satu desa punya cara hidup, punya kompetensi, punya kapasitas yang berbeda-beda antara satu desa dengan desa yang lain.
“Seorang Kepala Desa yang sukses adalah kepala desa yang punya kerendahan hati untuk belajar. Dan salah satu cara yang paling tepat untuk belajar itu adalah studi banding,” tegas Bang Zul sapaan akrabnya.
Ia menambahkan dengan studi banding, para kepala desa akan mendapatkan banyak inspirasi yang dapat membawa perubahan dan kemajuan desa di NTB. Salah satu contoh katanya, penataan sungai di Singapura yang sebenarnya bisa dilakukan di daerah. Apabila sungai sungai di NTB ini bisa ditata dengan baik, maka akan berdampak ada peningkatan kualitas ekonomi masyarakat.
“Jangan alergi terhadap studi banding. Asal studi bandingnya tidak terlampau sering. Sekali setahun, atau dua kali setahun, saya kira cukup baik,” katanya.
Yang penting juga kata gubernur, sepulang dari studi banding, seluruh desa yang ada di NTB ini mengalami perubahan. Sebab, para kepala desa tidak akan mengerti zero waste, kalau tidak pernah menikmati indahnya kebersihan. Gagasan tentang industrialisasi tidak akan nyambung di kepala desa, kalau tidak pernah melihat pabrik-pabrik pengolahan di daerah atau negara yang sudah maju.
Selain itu, gubernur meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan Pemerintah (BPKP) untuk melakukan pembinaan kepada para kepala desa terkait pengelolaan dana desa. Hal ini untuk memberikan pemahaman yang utuh kepada mereka tentang alokasi dana desa serta menghindari terjadinya kasus hukum.
Staf Ahli Bidang Hukum dan kesatuan Bangsa, Kementerian Dalam Negeri, Didik Suprayitno menjelaskan dana desa dalam setiap tahun selalu mengalami perubahan peningkatan.
“Dalam kurung waktu tahun 2015 sampai dengan tahun 2019, total dana yang telah dikucurkan sebesar 257,65 triliun,” jelasnya
Dengan rincian, tahun 2015 sebesar Rp20,67 triliun. Pada tahun 2016 Sebesar Rp46,98 triliun. Sedangkan tahun 2017 dan 2018 masing masing sebesar Rp60 triliun. Pada tahun 2019 sebesar Rp70 triliun. Dan pada tahun 2020 ini, pemerintah pusat telah menganggarkan Rp72 triliun untuk dana desa se Indonesia.
Presiden Jokowi katanya memerintahkan seluruh kepala desa untuk memanfaatkan dana desa tersebut melalui program pemberdayaan padat karya. Program tersebut dapat memberikan kesempatan kerja bagi masyarakat yang tidak mampu. Penggunaan anggaran dana desa lanjutnya juga diarahkan untuk menggerakkan sektor sektor produktifitas di tingkat desa. Mulai dari pengelolaan pasca panen, industri kecil budidaya perikanan, desa wisata dan industrialisasi pedesaan yang mampu menjadi pengungkit ekonomi desa.
Selanjutnya, dana desa harus dikelola dengan manajemen yang baik dan diikuti pendampingan yang memadai. Sehingga pengelolaan dana desa semakin transparan dan akuntabel.
“Di samping itu, pelibatan masyarakat pada pengelolaan dana desa sangat diperlukan,” katanya. (Ant)