Mataram (Inside Lombok) – Ancaman resesi atau kelesuan dalam kegiatan perdagangan di 2023 mendatang sudah di depan mata. Kendati, Gubernur Provinsi NTB, Zulkieflimansyah optimis gejolak ekonomi itu tidak berpengaruh signifikan terhadap aktivitas ekonomi di daerah.
Gubernur mengatakan industrialisasi di NTB saat ini sedang berkembang cukup baik. Di mana produk hasil karya masyarakat NTB sudah mulai dikenal secara luas. Bahkan produk-produk dari NTB disebutnya sudah mampu menembus pasar internasional.
“Pokoknya kita optimis saja ya,” ujarnya. Gubernur mengatakan produk yang diciptakan tidak saja dari para pelaku usaha, melainkan peserta didik dari sekolah kejuruan. Seperti di bidang permesinan dan produk lain seperti pupuk, dan lain sebagainya.
“Resesi itu penurunan mobilitas dan stagnasi industri. Kita jadi optimis NTB ini, karena SMK kita kreatif,” katanya.
Pemasaran produk para pelaku industri di NTB tidak saja secara konvensional melainkan menggunakan media sosial yang ada. Provinsi NTB beberapa tahun terakhir sudah memiliki NTB Mall.
Selain penjualan secara langsung, pusat perbelanjaan produk khas NTB tersebut juga sudah memilih aplikasi. Sehingga memudahkan masyarakat luar NTB untuk berbelanja. “Kita punya NTB Mall. Mudah-mudahan orang itu yang melihat produknya itu semakin banyak. Sehingga kegiatan bisnis tetap berputar,” ujarnya.
Untuk meningkatkan kegiatan bisnis di NTB, Dinas Pendidikan diminta agar para lulusan SMK harus ada bisnis nyata yang dijalankan. Dengan demikian, ancaman resesi tahun 2023 mendatang tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap kondisi perekonomian di NTB.
“Tantang kepada Pak Kadis, lulusan SMK tidak hanya dapat ijazah tapi harus punya bisnis yang nyata,” ungkapnya.
Sebelumnya Pengamat Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mataram (Unram), Firmansyah, pergerakan ekonomi tahun depan diprediksi melambat dari biasanya. Namun selama aktivitas transaksi itu masih ada kemungkinan masih bisa tumbuh. Pertumbuhan ekonomi NTB diprediksi akan tetap tumbuh.
“Kalau saya lihat masih plus 5 minus 1 persen. Paling penting produk yang ditransaksikan itu masih tersedia di lokal, seperti beras, ikan, daging dan kebutuhan sekunder lain,” tuturnya.
Menurutnya, untuk di daerah khususnya pemerintah harus memperkuat suplai dan rantai pasok kebutuhan pokok agar tidak memunculkan gangguan distribusi barang dan jasa. Produksi dan distribusi bahan kebutuhan pokok harus dijaga sampai ke akar rumput supaya inflasi dapat dikendalikan sehingga tidak membebani ekonomi rumah tangga.
“Kalau kita di daerah paling menjaga stabilitas harga, alokasi belanja yang tepat waktu dan sasaran, menjaga pasokan produk pokok yang itu saja,” jelasnya.
Diakui memang daerah terdampak pasti, untuk atasi inflasi global misalnya The FED atau Bank Sentral Amerika menaikkan bunga acuan, maka Bank Indonesia (BI) kemungkinan besar ikut menaikkan. Jika bunga naik tentu sektor riil di daerah juga terdampak, yang mana cost (pengeluaran) mereka untuk meminjam uang lebih banyak. (azm)