Mataram (Inside Lombok) – Gubernur Nusa Tenggara Barat H Zulkieflimansyah menerbitkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Jasa Konstruksi untuk melindungi kontraktor lokal.
Kepala Bagian Program Biro APP Setda Provinsi NTB, Wahyu Kusno, mengatakan Pergub yang ditandatangani Gubernur H Zulkieflimansyah itu, menempatkan NTB sebagai provinsi pertama di Indonesia yang telah mengeksekusi kebijakan teknis turunan Permen PUPR Nomor 7 tahun 2019 dan Perpres Nomor 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang Jasa Pemerintah.
“Kebijakan ini memberi ruang bagi para pelaku jasa konstruksi di NTB meningkatkan kapasitasnya melalui kerjasama dengan pelaku jasa konstruksi luar daerah,” ujarnya di Mataram, Jumat.
Ia menjelaskan, di dalam Pergub tersebut, diatur tentang beberapa ketentuan teknis yang berkaitan dengan pedoman pelaksanaan pengadaan jasa konstruksi di NTB. Misalnya, dilihat dari besaran Harga Perkiraan Sendiri (HPS). Di mana ada beberapa model HPS sebutnya, yakni pertama, untuk paket jasa konsultansi konstruksi, nilai HPS sampai dengan Rp1 miliar disyaratkan hanya untuk penyedia jasa konsultansi konstruksi dengan kualifikasi usaha kecil.
“Nilai HPS di atas Rp1 miliar sampai Rp2,5 miliar disyaratkan hanya untuk perusahaan kualifikasi menengah. Sementara untuk nilai HPS di atas Rp2,5 miliar disyaratkan untuk perusahaan kualifikasi besar,” jelasnya.
Kedua, untuk paket pekerjaan konstruksi, nilai HPS sampai dengan Rp10 miliar disyaratkan hanya untuk perusahaan kualifikasi usaha kecil. Nilai HPS di atas Rp10 miliar Rp100 miliar, disyaratkan untuk usaha kualifikasi menengah.
Ketiga, untuk nilai HPS di atas Rp100 miliar disyaratkan untuk penyedia jasa pekerjaan konstruksi dengan kualifikasi usaha besar. Keempat, terkait kewajiban KSO (Kerjasama Operasional) dan Subkontrak diatur bahwa perusahaan luar daerah Provinsi NTB yang mengikuti tender dengan risiko kecil sampai dengan sedang. Berteknologi sederhana sampai dengan madya dengan klasifikasi menengah, wajib melakukan KSO dengan perusahaan jasa konstruksi di NTB.
Sedangkan, bagian pekerjaan untuk jasa konstruksi yang wajib dan/atau dapat disubkontrakkan, yakni pekerjaan dengan pagu anggaran di atas Rp25 miliar sampai Rp100 miliar, wajib mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utama kepada penyedia jasa spesialis (apabila telah tersedia penyedia jasa spesialis) dan sebagian pekerjaan yang bukan pekerjaan utama kepada sub penyedia jasa usaha kecil.
Selanjutnya, paket pekerjaan dengan nilai pagu anggaran di atas Rp100 miliar, wajib mensubkontrakkan sebagian pekerjaan utama kepada penyedia jasa spesialis. Kemudian, mensubkontrakkan sebagian pekerjaan yang bukan pekerjaan utama kepada sub penyedia jasa usaha kecil dari lokasi pekerjaan provinsi setempat yang dimaksud.
“Jadi penyedia tidak men-subkotrakkan seluruh pekerjaan utama dan penyedia usaha kecil tidak mensubkontrakkan pekerjaan yang diperoleh,” katanya.
Sementara, Ketua LPJK Provinsi NTB, Siti Nurul Hijah, menjelaskan tujuan Pergub itu, agar proyek proyek dengan sumber anggaran daerah (APBD) yang dikerjakan oleh kontraktor dan konsultan luar daerah diharapkan dikerjasamakan dengan masyarakat jasa konstruksi yang ada di NTB untuk “transfer knowledge”.
“Kami menyampaikan syukur dan terimakasih, pemerintah daerah NTB telah mendukung dan menjawab harapan para pelaku jasa konstruksi di NTB,” kata Nurul
Hijah.
Karena itu, ia berharap para OPD di lingkungan Pemprov NTB juga harus konsisten menjalankan aturan yang telah ditetapkan oleh Gubernur NTB tersebut. (Ant)