Lombok Tengah (Inside Lombok) – Harga minyak goreng dan sejumlah bumbu dapur di pasar tradisional Renteng, Praya makin mahal menjelang bulan Ramadhan. Saat ini harga minyak goreng mencapai Rp 50 ribu per dua liter. Sementara bumbu dapur seperti cabai merah meski sudah mengalami penurunan harganya masih Rp60 ribu per kilogram.
“Tidak semuanya naik harganya, ada juga yang turun, seperti cabai rawit ini semulanya Rp80 ribu sekilonya sekarang Rp60 ribu per kilonya,” kata salah satu pedagang sembako dan bumbu dapur di pasar Renteng asal Suralaga Lombok Timur, Baiq Siti Halimah saat ditemui di pasar Renteng, Rabu (30/3/2022).
Dikatakan, khusus kenaikan harga minyak goreng memang menjadi keluhan warga, termasuk dirinya. Namun, tidak ada pilihan lain selain tetap membeli karena memang menjadi kebutuhan. Adapun untuk beberapa bumbu dapur lain juga naik harganya. Seperti bawang merah Rp30 ribu per kilogram dari harga sebelumnya Rp25 ribu per kilogram.
Bawang putih Rp28 ribu per kilogram dari sebelumnya sebesar Rp25 ribu per kilogram. Cabai merah besar sekarang ini seharga Rp35 ribu per kilogram dari harga sebelumnya Rp25 ribu per kilogram. Tomat juga ikut naik harga dari Rp3 ribu per kilogram menjadi Rp6 ribu per kilogram.
“Kalau cabai harganya memang tergantung besar dan kecilnya. Kalau kelas super Rp 35 ribu khusus untuk cabai merah besar,” katanya
Sementara itu, salah satu pembeli di pasar Renteng, Witri mengatakan dirinya tidak terlalu mempermasalahkan kenaikan harga beberapa bumbu dapur yang naik. Terlebih hal itu sering terjadi.
“Ini kan untungnya sama petani, jadi tidak terlalu memberatkan. Paling naiknya seribu dua ribu, kan masyarakat kecil yang menanam ya untungnya di petani tidak apa-apalah,” ujarnya.
Kendati demikian, ia menyayangkan harga minyak goreng yang melambung tinggi. tapi minyak goreng ini yang mahal. Kalau cabai, bawang, tomat tidak apa-apa buat saya. Kalau minyak goreng harganya mahal Rp50 ribu per dua liter, menekan ini harganya,” sesalnya.
Witri berharap pemerintah membantu masyarakat untuk menurunkan harga minyak goreng yang terlampau memberatkan urusan dapur para ibu rumah tangga. “Minyak goreng kan diproduksi bukan oleh masyarakat kecil, otomatis itu jadi urusan pemerintah,” tutupnya. (fhr)