31.5 C
Mataram
Sabtu, 23 November 2024
BerandaBerita UtamaHarga Rumah Subsidi Naik, Ketua REI: Kita Menunggu dari Bank

Harga Rumah Subsidi Naik, Ketua REI: Kita Menunggu dari Bank

Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah akan segera menyesuaikan harga rumah subsidi melalui penerbitan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kepmen PUPR). Kenaikan harga rumah subsidi ini menjadi dilematis bagi pengusaha properti. Di mana sampai saat ini Real Estate Indonesia (REI) Provinsi NTB masih menunggu keputusan dari perbankkan, untuk penetapan harga.

“Jadi ini masih simpang siur, teman-teman ada yang bilang Rp170 juta, ada Rp240 juta. Karena simpang siur itulah saya tidak mau jawab, sebelum ada surat resmi dari perbankan,” ujar Ketua REI NTB, Heri Susanto, Senin (26/6).

Sebagai informasi, Keputusan Kepmen PUPR merupakan tindak lanjut dari aturan baru Kementerian Keuangan menerbitkan terkait pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 11 persen untuk pembelian rumah subsidi. Aturan mengenai pembebasan PPN 11 persen tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 60 Tahun 2023 tentang Batas Rumah Umum, Pondok Boro, Asrama Mahasiswa dan Pelajar, serta Rumah Pekerja yang dibebaskan dari PPN.

“Sudah ada di Menteri Keuangan (aturannya), tinggal menunggu saja. Mungkin malah sudah ada di Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat), tinggal nunggu itu tadi (putusan bank, Red),” katanya.

Kendati, kenaikan harga rumah subsidi bisa saja memberatkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Menurutnya, aturan terbaru itu membuat kondisi dilematis para pengusaha properti. Terutama karena harga bahan pokok di pembangunan mengalami kenaikan, tetapi konsumen kemungkinan akan takut untuk membeli dan tidak mampu membayar kredit.

“Dengan kondisi ini saya lebih suka biarkan saja menjadi hukum pasar saja. Kalau nanti dengan naiknya harga, ternyata penjualannya lambat,” ungkapnya.

Dikatakan, kenaikan harga rumah subsidi ini juga akan mempengaruhi biaya cicilan MBR yang ikut naik. Semula berkisaran Rp1 juta, kini bisa mencapai Rp1,5 juta jika sudah diberlakukan harga baru.

“Jadi ini sama kaya harga beras, yang diberlakukan ada ring atas dan ring bawah. Misalnya contoh, di Kota Mataram dan Lombok Barat daerah penyangga biarkan saja harga itu berlaku (harga baru, Red),” ucapnya.

Kendati, melihat wilayah lain seperti Lombok Tengah dan Lombok Timur dengan harga tanah dan biaya tukang yang lebih murah, maka bisa saja harganya tidak sama dengan di Kota Mataram dan Lombok Barat. “Jangan ikut-ikutan harganya Rp170 juta, kalau perlu harga Rp160 juta atau dibalik. Contoh misalkan, harga Rp168 juta di Kota Mataram tipe 28 tanah 70 meter persegi. Sementara di Sumbawa harga Rp168, bagunan 36 tanah 1,1 are. Jadi kalau menurut saya jangan ditanggapi negatif, tanggapi saja positif. Win win untuk keduanya,” jelasnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer