Lombok Barat (Inside Lombok) – Menanggapi adanya warga yang protes terkait SPPBE PT. Harapan Jaya Utama yang dinilai terlalu dekat dengan pemukiman warga, Kades Keru, Rawida menyebut pembangunannya telah melalui persetujuan masyarakat setempat. Bahkan dirinya menjelaskan, SPPBE tersebut justru telah menyerap banyak warga lokal untuk bekerja dan mengurangi angka pengangguran di sana.
“Kalau masalah suara mungkin iya adalah suara tong gas yang dilempar saat sedang isi ulang. Tapi kalau masalah bau mungkin susah, apalagi gas ini sifatnya ke atas bukan ke samping, apalagi di tempat terbuka. Itu setau saya,” ujar Rawida saat ditemui di kantornya, Rabu (14/12/2022).
Diterangkan, proses perizinan SPPBE itu telah diurus sejak 2017, termasuk rekomendasi dari desa dan kecamatan. “Itu kita keluarkan rekomendasinya berdasarkan atas pernyataan tidak keberatan dari masyarakat. Kalau ndak ada itu, kita juga tidak berani keluarkan rekomendasi,” papar dia.
Perusahaan tersebut diakuinya telah diberikan rekomendasi untuk merekrut warga setempat untuk bekerja di sana. Sehingga saat ini, 90 persen karyawan di SPPBE tersebut adalah warga lokal setempat.
“Makanya anak-anak kita semua yang dari desa Keru ini yang kerja di sana. Tidak ada orang lain, kecuali yang tenaga teknis,” jelas dia.
Bahkan, diakuinya sempat ada pembahasan soal kompensasi. Di mana masyarakat yang rumahnya ada dalam radius 0-10 meter dari SPPBE meminta untuk diberi kompensasi Rp1 juta per bulannya untuk satu Kepala Keluarga (KK). Sedangkan yang rumahnya ada di radius 11-100 meter meminta kompensasi sebesar Rp500 ribu per KK untuk per bulannya.
“Nah begitu kita mau ajukan ke bos SPPBE karena masih ada penawaran waktu itu. Maunya masyarakat diberikan sejenis BPJS kesehatan saja dulu, nah begitu keluar informasi ini, datang lah orang yang protes ini. Sehingga masyarakat ini malah jadi tidak setuju dengan pembangunan, tidak mau ada kompensasi. Dia tidak mau ada perusahaan ini di sini,” tutur Rawida.
Di sisi lain, ia menyebut permintaan masyarakat yang menyuarakan agar SPPBE tersebut ditutup akan sulit dipenuhi. Terlebih dinilai tidak ada perizinan yang dilanggar oleh perusahaan tersebut. “Kan ndak bisa begitu, apalagi ini kan masyarakat kita sudah bekerja di sana, penghasilannya di sana. Otomatis tingkat pengangguran berkurang,” tandasnya.
Hal senada pun disampaikan oleh kepala operasional SPPBE PT. Harapan Jaya Utama, I Putu Eka Paryantana menyebut bahwa 90 persen karyawan di SPPBE tersebut merupakan masyarakat setempat yang diakomodir untuk bekerja di sana.
“Semuanya memang orang sini (warga setempat). Dan persoalan izin itu kita sudah lengkap,” tandasnya. Terkait izin, pihaknya mengklaim sudah tidak ada masalah dan tidak ada yang dilanggar. Karena hal itu diawasi langsung oleh pihak pertamina pusat.
“Itu kan kita ngitungnya (radius aman) seharusnya dari itu kan tempat isi ulangnya, bukan temboknya,” tutup dia. (yud)