Mataram (Inside Lombok) – Kebijakan pemerintah pusat untuk menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat dan pelaku usaha. Bahkan kebijakan ini cukup berdampak, lantaran memicu perubahan pola konsumsi masyarakat terhadap barang-barang yang dikenakan pajak. Pasalnya ada kebutuhan pokok seperti beras premium yang kena pajak 12 persen.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Perdagangan NTB, Baiq Nelly Yuniarti mengatakan bahwa kenaikan PPN 12 persen terutama menyasar barang-barang mewah. Hal ini menuntut masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih produk yang akan dibeli. Dampak langsung yang dirasakan adalah penurunan daya beli terhadap barang-barang mewah, karena konsumen merasa terbebani oleh kenaikan harga akibat tambahan pajak. “Kalau berdampak pasti berdampak. Konsumen pasti sangat memberatkan mereka untuk belanja, karena harga pasti naik dampak dari PPN 12 persen itu,” ujarnya.
Kenaikan PPN 12 persen yang berdampak pada kebutuhan pokok tertentu, seperti beras premium, yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat menengah ke atas. Namum tidak menutup kemungkinan akan ada penurunan konsumsi beras premium ini dan beralih pada beras medium.
“Untuk beras premium untuk menengah ke atas, mungkin konsumen yang menengah ke atas yang berkurang, dan menengah ini akan memilih ke bawah (beras medium) daripada ke atas. Kalau konsumen di atas akan tetap,” jelasnya.
Meski demikian, ketersedian beras di NTB sampai dengan saat ini dipastikan cukup memadai, sehingga tidak ada kekhawatiran berkurang jika konsumsinya meningkat. “Stok beras kita banyak. Selama ini yang terjual banyak adalah SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan), kita cukup bagus,” katanya.
Disisi lain, Baiq Nelly juga menyoroti bahwa pelaku usaha memiliki peran penting dalam merespons kebijakan ini. Bagaimana pelaku usaha menyesuaikan strategi mereka akan sangat mempengaruhi dampaknya pada pasar.
“Jadi, tergantung pelaku usaha seperti apa melakukan treatment untuk kebijakan ini. Karena memang kita tidak bisa terlalu banyak komentar, karena ini sudah menjadi kebijakan pemerintah pusat,” jelasnya.
Sebagaimana diketahui, kebijakan kenaikan PPN 12 persen mencerminkan upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dampaknya terasa langsung oleh masyarakat dan pelaku usaha. Penurunan daya beli terhadap barang-barang tertentu dapat mempengaruhi sektor ekonomi tertentu, tetapi juga membuka peluang bagi inovasi produk yang lebih ekonomis.
Sementara itu, dalam konteks barang-barang mewah, penurunan pembelian dapat membuka peluang bagi pelaku usaha untuk menciptakan produk pengganti yang lebih terjangkau. Hal ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat sekaligus mendorong inovasi di sektor barang konsumsi. (dpi)