Mataram (Inside Lombok) – Korban kasus pelecehan seksual yang melibatkan pemuda penyandang disabilitas tunadaksa berinisial IWAS alias Agus asal Mataram terus bertambah. Komite Disabilitas Daerah (KDD) NTB dan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat (PBHAM) NTB terus mendapat laporan dari masyarakat yang keluarganya diduga menjadi korban.
Ketua KDD NTB, Joko Jumadi mengatakan jumlah korban yang melapor saat ini terus bertambah beberapa hari terakhir. Bahkan hingga kemarin KDD telah menerima dua laporan baru. Artinya jumlah keseluruhan korban yang teridentifikasi mencapai sekitar 10 orang. Angka tersebut di luar tiga korban yang saat ini menjalani pemeriksaan di kepolisian.
“Jadi korban ini melaporkan ke kami, selanjutnya dari tim kami melakukan komunikasi langsung dengan mereka,” ujarnya. Para korban pun mau memberikan keterangan. Baik itu ke penyidik kepolisian tetapi melalui tim KDD dan ada juga yang langsung datang ke Polda NTB untuk proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Dalam kasus ini, aspek yang memperumit kasus ini adalah adanya korban di bawah umur. “Jika korban adalah anak-anak, maka laporan polisi (LP) baru perlu dibuat karena pasal hukum yang diterapkan berbeda dengan kasus orang dewasa. Ini menjadi kekhawatiran kami,” terangnya.
Terkait kasus anak-anak, perlu perlakuan khusus sesuai Undang-Undang Perlindungan Anak. Untuk itu diharapkan kepolisian dapat menanganinya secara terpisah untuk memastikan keadilan yang maksimal bagi korban.
“Kami berharap kepolisian dapat bersikap bijak dalam menangani kasus ini. Yang terpenting adalah keadilan bagi para korban, terutama anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus,” imbuhnya.
Sebagai bagian dari langkah penanganan, KDD berencana menawarkan pendampingan psikologis, baik untuk korban maupun tersangka. Bahwa pendekatan ini bertujuan untuk memahami lebih dalam motif dan latar belakang perilaku Agus. “Kami tidak bisa mengabaikan kemungkinan bahwa Agus memiliki masalah psikologis yang mendasari tindakannya,” ucapnya.
Pendampingan psikologis juga direncanakan untuk korban, terutama anak-anak, agar mereka dapat pulih dari trauma dan memberikan keterangan secara lebih nyaman. Disisi lain, keterlibatan KDD dalam memberikan bantuan kepada Agus sebagai tersangka menuai kritik dari beberapa pihak. Masyarakat khawatir bahwa peran KDD mungkin menjadi tidak objektif atau cenderung membela tersangka.
“Kami tetap objektif. Tugas kami adalah mendampingi semua pihak sesuai dengan peran kami sebagai Komite Disabilitas. Namun, yang menjadi perhatian kami adalah fakta bahwa jumlah korban terus bertambah, dan ini tentu harus diusut secara menyeluruh,” jelasnya.
Ditambahkan, Pendamping korban dari Perhimpunan Bantuan Hukum dan Advokasi Masyarakat (PBHAM) NTB, Andre Safutra menyebutkan, ada beberapa fakta baru terkait dengan kasus dugaan pelecehan seksual ini. Berdasarkan keterangan pemilik homestay, Agus diketahui membawa sembilan perempuan ke tempat tersebut. Jika semua korban terverifikasi, jumlah totalnya dapat mencapai 19 orang. “Dua korban baru telah menyatakan kesediaannya untuk memberikan keterangan. Salah satunya adalah orang tua korban yang anaknya menjadi korban di masa lalu,” ujarnya.
Sementara kasus lainnya terjadi pada Februari atau Maret tahun ini dengan modus serupa. Kejadian ini mengindikasikan bahwa kasus Agus bukan hanya insiden tunggal, tetapi melibatkan pola perilaku yang telah berlangsung selama beberapa waktu. Bahkan ada salah satu kasus yang dilaporkan melibatkan seorang anak di bawah umur yang kejadiannya berlangsung di taman Udayana
“Itu dekat pos polisi, modusnya serupa di setiap kasus, dan ini memunculkan pola perilaku yang dapat menjadi dasar penyelidikan lebih lanjut,” ungkapnya. (dpi)