Mataram (Inside Lombok) – Kasus dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh seorang pemuda disabilitas di Kota Mataram inisial IWAS alias Agus terus bergulir. Seorang mahasiswa yang menjadi korbannya, sebut saja A, diduga mendapatkan ancaman dari terlapor, hingga aksi pelecehan diduga terjadi di salah satu homestay di Kota Mataram pada 7 Oktober 2024 lalu.
Pendamping korban, Ade Latifa Fitri menjelaskan kejadian berawal dari korban dan Agus berkenalan di Taman Udayana. Saat itu A sedang sendiri, hingga Agus kemudian menghampiri dan mengajak korban mengobrol, di mana A dan Agus tidak saling mengenal, bahkan tidak ada komunikasi sebelumnya.
“Disitulah kemudian ada obrolan, pada akhirnya ada cara-cara manipulasi itu dilakukan (terlapor, Red). Jadi ada kekuatan kata yang paling banyak dilakukan oleh si terlapor ini. Jadi memanfaatkan kondisi psikologis korban,” ujarnya, Minggu (1/12). Kondisi psikologis A yang sedang banyak persoalan disebutnya menjadi sasaran Agus untuk memanipulasi korban, sehingga akhirnya membuat seakan-akan A sedang dalam kondisi yang sudah tidak punya pilihan lagi.
Pada akhirnya A menuruti permintaan Agus untuk berpindah ke sebuah homestay, karena pemaksaan dari pelaku. “Memang yang memiliki kendaraan adalah korban, tapi pada akhirnya itu terjadi karena intimidasi dan ancaman itu. Jadi manipulasi, ancaman dan intimidasi itu dilakukan kepada si korban,” ucapnya.
Diterangkan Ade, saat itu Agus membuat korban berpikir jika tidak mengikuti perkataannya maka semua masalah-masalah yang sedang korban hadapi akan diungkapkan ke orangtua A. Lantaran ada ancaman itu, meskipun Agus sebenarnya tidak mengenal orang tua A, ada pernyataan dari Agus bahwa dirinya akan mudah saja mencari tahu. “Tentu itu menjadi pergulatan emosional buat korban dan akhirnya membuat korban menjadi dilemahkan di situ,” jelasnya.
Pendamping korban, Andre Saputra mengungkapkan A sempat melihat ada orang lain melakukan perbuatan asusila di tempat pertemuannya dengan Agus, hingga memunculkan kembali trauma korban. Melihat A yang ketakutan secara emosional, Agus disebut mengajak A berpindah agar tidak lagi melihat hal yang memunculkan traumanya.
“Di area belakang itu lah si pelaku mengatakan bahwa si korban ini harus disucikan kembali dari masalah-masalah masa lalu dan berbagainya, dengan mandi bersih, dan caranya adalah ikut dengan pelaku ke homestay itu. Jika tidak maka akan dilaporkan ke orangtua,” jelasnya.
Di sisi lain, A disebutnya sempat menolak ajakan Agus dengan menyatakan bisa meminta pengampunan dengan caranya sendiri. Namun karena ada ancaman yang membawa orangtuanya, maka A disebut melemah hingga akhirnya mengikuti ajakan Agus.
“Yang dialami adalah terjadinya persetubuhan. Mungkin sulit diterima nalar, tapi hal-hal itu bisa terjadi dengan berbagai macam cara, bukan hanya bentrok fisik tapi manipulasi, ancaman, intimidasi itu juga sangat memungkinkan melemahkan korban,” ungkapnya.
Atas kejadian tersebut, korban sempat enggan untuk melaporkan. Namun karena adanya dorongan dari teman-temannya yang mengetahui A menjadi korban dugaan pelecehan seksual, maka laporan polisi akhirnya dibuat.
“Sebenarnya kalau hal yang akhirnya memotivasi korban untuk melapor itu adalah dari keberanian terlapor yang muncul di publik, saat itu melakukan klarifikasi di media sosial, dan akhirnya ramai. Hal itu sebenarnya yang mengawali korban untuk berani membuat laporan,” demikian. (dpi)