Mataram (Inside Lombok) – Direktorat Kepolisian Perairan dan Udara (Ditpolairud) Polda NTB menggagalkan penyelundupan 17.160 ekor benih bening lobster (BBL). Dari upaya penyelundupan tersebut, negara mengalami kerugian hingga Rp1,7 miliar.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Artanto menerangkan pelaku penyelundupan inisial SR (36) alamat Jawa Timur ditangkap di Pelabuhan Penyeberangan Lembar Lombok Barat. Tim Ditpolairud pada Rabu (5/7) kemarin menerima informasi adanya rencana penyelundupan BBL menggunakan mobil boks segera melakukan penyelidikan.
Keesokan harinya, Kamis (6/7) sebuah mobil yang dikendarai SR benar ada di pelabuhan dan kemudian dilakukan pemeriksaan. “Telah ditemukan adanya BBL sebanyak 17.160 ekor yang tidak memiliki dokumen sah,” ujar Artanto, Jumat (8/7).
Belasan ribu BBL tersebut terdiri dari dua jenis bibit, antara lain jenis pasir sebanyak 16.560 ekor dan jenis mutiara 60 ekor. SR diketahui berniat membawa bibit tersebut ke Pulau Jawa sebelum dikirim ke luar. Jika BBL ini sudah berkembang, nilai ekonomisnya cukup besar, untuk satu ekornya saja dengan usia 7-8 bulan sekitar Rp2 juta.
“Asal barang dari sekitar Lombok Timur tapi tidak menutup kemungkinan juga bisa dari Lombok Tengah. Karena kita ketahui untuk BBL ini mereka bisa berkembang baik di wilayah perairan laut selatan,” tuturnya.
Pelaku yang membawa BBL untuk diselundupkan ini merupakan pengangkut atau kurirnya. Kemudian untuk yang menjual atau membelinya masih dalam pengembangan. Bahkan jika memang ada niatan untuk diekspor ke luar negeri akan dilakukan tahap penyidikan.
“Sementara masih satu orang (pelakunya, Red) untuk yang lain masih tahap pengembangan kita,” katanya.
Untuk barang bukti yang diamankan di antaranya 1 unit mobil boks, kemudian BBL 17.160 ekor dengan rincian benih bening lobster jenis pasir 16.560 ekor dan mutiara 600 ekor. “Pasal yang disangkakan adalah pasal 92 Jo pasal 26 ayat 1 UU RI nomor 11 tahun 2022 tentang cipta kerja dengan ancaman pidana paling lama 8 tahun dan denda paling banyak Rp1,5 miliar. Pasal 88 Jo pasal 35 UU RI nomor 21 tahun 2019 tentang hewan karantina, ikan dan tumbuh dengan ancaman pidana 2 tahun dan denda Rp2 miliar,” jelas Artanto. (dpi)