Lombok Timur (Inside Lombok) – Banyaknya siswa sekolah yang memilih nikah dini, diindikasikan karena akibat terlalu panjang masa libur akibat pandemi covid-19.
Kepala Unit Pelayanan Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Lombok Timur, Hj Nurhidayati mengatakan bahwa pada masa pandemi ini total kasus siswa yang menikah dini sebanyak delapan kasus. Itupun kasus yang dilaporkan oleh Kepala Sekolah yang mengetahui anak didiknya menikah.
“Dari bulan Januari terdapat 15 kasus pernikahan anak di bawah umur, dan di masa pandemi sebanyak 8 kasus,” ucapnya.
Kasus pernikahan dini sangat banyak sekali, hanya saja jarang sekali sekolah maupun pihak desa untuk melapor. Dikarenakan pihak sekolah menjaga nama baik sekolahnya.
“Dari Musda yang diselenggarakan PKK Provinsi NTB, memang pada masa pandemi ini kasus pernikahan siswa meningkat. Untuk itu perlu pengawasan ekstra dari orang tua,” jelasnya.
Belajar daring selain tidak efektif, banyak siswa yang memanfaatkan penggunaan polselnya untuk menghabiskan waktu untuk berkomunikasi dengan pasangannya. Selain itu, tontonan yang tidak senonoh tersebar di media sosial sangat memengaruhi hal itu terjadi.
“Libur terlalu panjang juga membuat para siswa suntuk berada di rumah, hingga banyak siswa yang memanfaatkan waktu libur untuk berkencan dengan pacarnya,” tuturnya.
Nurhidayati meminta kepada seluruh orang tua agar memantau aktivitas maupun ponsel anaknya, dan memantau anaknya kemana saja ia bepergian.
Rata-rata kasus pernikahan dini di Lombok Timur masih menempuh pendidikan di Kelas 3 SMP sampai dengan Kelas 2 SMA. Masa tersebut di mana anak-anak sangat cepat terpengaruh oleh lingkungan.
“Dari 15 kasus, setengahnya di masa pandemi ini. Dua kasus hampir kita bisa gagal untuk menikah, namun satu bulan kemudian 1 orang lainnya memilih nikah secara diam-diam,” katanya.
Nurhidayati meminta kepada aparat desa agar tidak menikahkan anak di bawah umur. Ia meminta agar koordinasi dengan aparat desa bisa solid sehingga dapat meminimalisir pernikahan dini.