25.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaMemangkas Rentenir di NTB dengan Ekonomi Syariah

Memangkas Rentenir di NTB dengan Ekonomi Syariah

Mataram (Inside Lombok) – Masyarakat di Nusa Tenggara Barat (NTB) disebut masih rentan menjadi sasaran lintah darat alias rentenir. Praktik itu bahkan cukup sulit dihapuskan, hingga Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menyusun program layanan keuangan khusus untuk memeranginya.

Wakil Gubernur NTB, Siti Rohmi Djalillah mengakui edukasi keuangan perlu terus diberikan pada masyarakat di NTB, agar bisa terhindar dari lubang hutang yang menjerat. Salah satunya dengan mempermudah akses pinjaman ke perbankan, seperti yang diakomodir melalui program Melawan Rentenir Berbasis Masjid (Mawar Emas) yang diusung Pemprov NTB pada 2020 lalu.

Program itu muncul lantaran kekhawatiran Pemprov NTB terkait dampak pandemi Covid-19 yang sempat melumpuhkan banyak sektor, hingga ekonomi masyarakat terdampak. Kondisi masyarakat yang sebelumnya sudah banyak terjerat rentenir, dikhawatirkan semakin parah di momen pandemi.

Diakui Rohmi, praktik rentenir salah satunya bisa subur lantaran persyaratannya yang begitu mudah jika dibandingkan dengan akses pinjaman di perbankan. Namun akses pinjaman yang mudah itu tidak jarang harus dibayar dengan bunga pinjaman yang begitu tinggi.

“Sasarannya kan masyarakat kecil, karena memang caranya sangat mudah dan tidak ada beban, sehingga begitu dapat duit, tidak bisa diganti, mereka yang tidak bisa apa-apa terjebak sudah, sedangkan ini yang harus kita selamatkan,” ujar Rohmi.

Untuk menyaingi pola penyebaran praktek rentenir tersebut, program seperti Mawar Emas yang melibatkan perbankan juga mau tidak mau harus dipermudah dari sisi administrasi dan besaran bunga yang diambil. Karena itu, pengajuan Mawar Emas dipermudah dengan syarat dilakukan oleh kelompok (jemaah masjid). Kemudian penerima manfaat hanya perlu menyerahkan salinan KTP suami-istri; bagi yang belum menikah cukup membawa salinan KTP orang tua; kartu keluarga; pas foto; usia minimal 20 tahun; dan diutamakan anggota majelis taklim atau yang tinggal dekat dengan masjid.

Untuk pinjaman yang diberikan dari program Mawar Emas sendiri tidak menarik keuntungan, alias bunga 0 persen. Cara itu diproyeksikan Pemprov NTB dapat menarik masyarakat agar lebih memilih skema pinjaman yang tidak semata untuk kebutuhan konsumtif, melainkan lebih mengarah pada produksi dan usaha mikro.

Kondisi itu pun diakui memupuk sedikit harapan bagi masyarakat yang terjerat hutang. Takmir Masjid Persinggahan Desa Pagutan, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah, Hapipudin menerangkan kondisi masyarakat yang banyak mengambil pinjaman hingga terjerat lingkaran hutang memang membutuhkan solusi-solusi yang inovatif.

“Masyarakat banyak yang berurusan sama Mekaar (program PT. PNM), ada juga yang finance (koperasi, Red) untuk pinjaman. Kalau yang Mawar Emas ini alhamdulillah, lebih membantu,” ujarnya saat dihubungi Inside Lombok.

Meski begitu, nominal pinjaman Mawar Emas yang diakui masih kecil, yaitu berkisar Rp1-3 juta, diakui belum bisa maksimal dimanfaatkan untuk hal-hal produktif. Sehingga uang pinjaman juga masih dipakai untuk melunasi hutang yang sudah ada.

“Kemarin waktu ada pembinaan dengan Mawar Emas ini, bisa dikasih dana pinjaman ke jemaah yang mempunyai sangkutan hutang dan lain-lain. Jadi dia bisa tutup hutangnya di tempat pinjaman yang lain itu dulu,” jelasnya.

Jumlah pinjaman yang masih kecil itu juga diakui Hapip membuat beberapa orang penerima manfaat masih saja harus mengajukan pinjaman di tempat lain. Proses pencairan dari koperasi harian dan lain-lain yang begitu cepat diakui masih membuat masyarakat tergiur. Terlebih, meskipun persyaratan administrasi Mawar Emas terbilang mudah, tetap ada masyarakat miskin atau yang terjerat hutang yang tidak memenuhi kriteria mendapat pinjaman.

“Memang satu takmir dengan satu kelompok itu maksimal 20 orang, tapi banyak yang tidak lolos karena ada sangkutan sama pinjaman yang lain. Jadi kemarin itu hanya 10 orang yang lolos (di Desa Pagutan),” jelasnya.

Diakui Hapip, kondisi masyarakat yang terjerat hutang sempat semakin parah saat pembatasan kegiatan masyarakat lantaran pandemi Covid-19 kemarin. Baik masyarakat yang sebelumnya memiliki usaha kemudian terdampak, maupun masyarakat yang memang berada di taraf ekonomi menengah ke bawah seperti terjerumus dalam lingkaran hutang.

“Sampai akhirnya mereka pinjam, yang cepat masuk itu pinjaman dari Mekaar, jadi rata-rata di gubuk (dusun, Red) ini semua masyarakat berhutang waktu covid kemarin,” jelas Hapip. Situasi itu juga yang membuat program Mawar Emas disebutnya belum bisa maksimal menanggulangi dampak rentenir secara keseluruhan. Terlebih setelah ada peningkatan di tengah pandemi kemarin.

Terpisah, Kepala Biro Ekonomi Setda NTB, Wirajaya Kusuma mengakui idealisme Mawar Emas untuk membantu masyarakat keluar dari jerat hutang masih harus berhadapan dengan eratnya jeratan hutang yang membelenggu masyarakat. Mengingat jumlah pinjaman yang masih kecil, pengembangan-pengembangan terus dilakukan untuk menemukan pola layanan yang terbaik.

“Mawar Emas program unggulan Pemprov NTB untuk melawan rentenir. Selain itu ditunjukkan untuk memberikan kemudahan kepada pelaku usaha mikro agar mendapatkan akses pembiayaan yang mudah dan tanpa bunga, karena bunganya 0 persen,” jelasnya.

Pemprov NTB sendiri terus mendorong perbankan mengakomodir Mawar Emas sebagai layanan yang bisa diakses masyarakat menengah ke bawah. Terlebih program itu merupakan program strategis yang diusung saat ini.

“Nilainya memang masih terbatas. Dari Bank NTB Syariah misalnya menyiapkan Rp5 miliar (penyaluran dana untuk Mawar Emas), kemudian Dinar Asri sekitar Rp500 juta sampai Rp1 miliar. Sampai sekarang kita masih evaluasi sejauh mana realisasi pembiayaan yang sudah disiapkan,” papar Wirajaya.
Menurutnya, peningkatan literasi keuangan masyarakat adalah salah satu aspek yang perlu ditingkatkan agar layanan keuangan seperti Mawar Emas bisa lebih dikenal masyarakat. Artinya, stigma bahwa pinjaman di rentenir lebih mudah cair sementara di perbankan lebih sulit dan butuh jaminan sudah tidak ada lagi.

“Jadi kita memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar jangan sungkan-sungkan untuk mengajukan pinjaman ke bank ketika mereka membutuhkan modal. Jangan melalui bank subuh, bank rontok atau rentenir. Karena dari segi agama juga melarang, kemudian dari aspek bunga pinjaman di rentenir memberatkan. Kenapa tidak mengambil pembiayaan itu di bank daerah saja,” ungkap Wirajaya.

Selain itu, persepsi pinjaman untuk hal produktif juga perlu ditingkatkan. Mengingat selama ini masyarakat yang terjerat hutang banyak yang sulit lepas lantaran hutang tersebut untuk kebutuhan konsumtif harian. Maka dari itu, salah satu optimisme Mawar Emas adalah menyuarakan agar pinjaman yang didapat dipakai untuk modal produksi.

“Jadi kita ingin juga meningkat pemahaman masyarakat itu supaya mereka menjadi pelaku usaha mikro yang bankable. Artinya, ketika mereka melakukan pembiayaan tambahan modal, maka datangnya ke bank,” lanjutnya.

Menambahkan, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) NTB, Baiq Mulianah mengakui praktik rentenir yang menjerat masyarakat NTB memang akan sulit dihapuskan secara menyeluruh. Mengingat ada celah dalam sistem sosial-ekonomi masyarakat yang membuat praktik tersebut tumbuh subur.

Kendati, dengan diadopsinya sistem ekonomi syariah di NTB sejak 2018 diharapkan menjadi jalan baru untuk mencari solusi atas masalah itu. Mengingat NTB merupakan daerah dengan penduduk mayoritas muslim.

Tidak sampai di situ, pola kegiatan berkelompok masyarakat di tempat ibadah seperti masjid dilihat sebagai salah satu modal untuk memerangi praktik rentenir. “Pontensinya pasti besar, karena mayoritas penduduk NTB muslim. Jadi potensi ekonomi syariah berkembang ini tentu sangat besar, pertama dari masyarakat, kedua sisi ekosistem,” jelasnya.

Potensi pengembangan sistem ekonomi syariah untuk memerangi rentenir juga tidak terbatas pada program Mawar Emas yang dikembangkan saat ini. Mengingat ada potensi-potensi lain yang bisa dimaksimalkan seperti dari pengelolaan dana sosial, zakat, infak dan sedekah di NTB.

“Di mana mayoritas muslim di NTB kalau untuk cari dana dan sebagainya cepat, tetapi itu yang belum dikelola secara produktif dan dikapitalisasi,” lanjut Mulianah.

Dicontohkan, MES di Kabupaten Lombok Utara memiliki potensi wakaf masjid yang sudah terdaftar mencapai 5.000 hektare. Selain itu, ada juga potensi dana Islam yang belum tergarap dengan baik untuk pengembangan ekonomi umat.

“Ini masih dana-dana sosial Islam, jika terkumpul hanya untuk konsumtif belum menjadi produktif dan belum bisa menjadi dana pembangunan umat. Misalnya beasiswa, kemudian usaha-usaha produktif masyarakat,” ungkap Mulianah. (r)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer