Mataram (Inside Lombok) – Perpres Nomor 63 Tahun 2019 tentang Penggunaan Bahasa Indonesia telah resmi dikeluarkan Presiden Joko Widodo pada tanggal 30 September 2019. Bersamaan dengan aturan tersebut, penamaan bangunan, sarana transportasi, hingga nama jalan saat ini diwajibkan menggunakan unsur Bahasa Indonesia.
Poin Kedua Belas dari Perpres ini mengatur Penamaan Geografi, Bangunan atau Gedung, Jalan, Apartemen atau Permukiman, Perkantoran, Kompleks Perdagangan, Merek Dagang, Lembaga Usaha, Lembaga Pendidikan, Organisasi yang Didirikan atau Dimiliki Warga Negara Indonesia atau Badan Hukum Indonesia.
“Bahasa Indonesia wajib digunakan pada nama bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks
perdagangan yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia,” bunyi Pasal 33 Perpres ini.
Perpres Nomor 63 Tahun 2019 ini mencabut Perpres Nomor 16 Tahun 2010 yang diteken SBY dahulu tentang Penggunaan Bahasa Indonesia dalam Pidato Resmi Presiden dan/atau Wakil Presiden Serta Pejabat Negara Lainnya.
Sementara itu, Perpres ini merupakan bentuk tindak lanjut aturan dari Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Dalam UU tersebut telah diatur bahwa nama bangunan hingga jalan wajib menggunakan bahasa Indonesia, namun rincian mengenai hal tersebut belum ada.
“Dalam hal bangunan atau gedung, apartemen atau permukiman, perkantoran, dan kompleks perdagangan memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan maka nama geografi dapat menggunakan Bahasa Daerah atau Bahasa Asing,” isi dalam Pasal 33 ayat (3).
Pada ayat (4) dan (5) dijelaskan pula bahwa penggunaan bahasa daerah atau bahasa asing yang dimaksudkan sebelumnya ditulis dengan menggunakan aksara latin dan aksara daerah untuk bahasa daerah tertentu.