23.5 C
Mataram
Minggu, 15 September 2024
BerandaBerita UtamaNgalun Aiq, Tradisi Masyarakat Aikdewa “Merayu” Air di Musim Kemarau

Ngalun Aiq, Tradisi Masyarakat Aikdewa “Merayu” Air di Musim Kemarau

Lombok Timur (Inside Lombok) – Ada berbagai macam bentuk tradisi dan adat masyarakat Suku Sasak yang belum dikenal luas oleh masyarakat. Terlebih banyak tradisi yang sudah terlupakan bahkan tergerus keberadaannya di era milenial ini. Salah satu tradisi itu adalah Ngalun Aiq yang masih dilakukan masyarakat Aikdewa, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur.

Ngalun Aiq saat ini terbilang menjadi tradisi yang hampir punah. Di mana tradisi tersebut dahulu kerap kali dilaksanakan ketika musim kemarau tiba pada daerah yang memiliki sumber mata air.

Dalam bahasa Indonesia Ngalun sendiri berarti “Merayu” dan Aiq berarti “Air”. Konon masyarakat sering melakukan tradisi ini apabila debit mata air mulai menyusut yang menyebabkan sektor pertanian menjadi tidak optimal lantaran air kekurangan suplai air.

Adanya permasalahan tersebut yang sering kali melanda masyarakat di musim kemarau, masyarakat setempat meyakini bahwa dengan prosesi adat Ngalun Aiq dapat memberikan suplai air yang berlimpah kembali. Tentunya prosesi tersebut dilakukan di tempat mata air dengan meminta doa kepada sang kuasa agar kembali diberikan sumber mata air yang berlimpah untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga alam sekitar.

- Advertisement -
Prosesi Ngalun Aiq di Desa Aikdewa, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur. (Inside Lombok/Deni)

Pemangku Adat Desa Aikdewa, Sahirudin menjelaskan bahwa prosesi Ngalun Aiq dilakukan di tempat mata air dengan seluruh elemen masyarakat, dalam pelaksanaannya sendiri harus melibatkan seorang puteri dengan didampingi oleh para pengawal baik wanita maupun pria.

“Dalam prosesi ini kita harus membawa seorang puteri yang biasa disebut dengan Puteri Gondang yang berasal dari perempuan asli Desa Aikdewa,” jelasnya pada Inside Lombok, Selasa (21/02).

Puteri Gondang sendiri membawa sepotong kain tenun dalam peti yang biasa disebut “reragian” untuk digunakan nantinya sebagai gayung air, dan seorang puteri harus dikawal oleh pasukan tombak dan diiringi oleh beberapa pengawal di belakangnya dengan membawa potongan bambu dan guci untuk menadah air.

“Nantinya dua orang pemangku terlebih dahulu meminta izin kepada penghuni mata air untuk melakukan prosesi Ngalun Aiq dengan memberikan seserahan berupa penyembelihan hewan ternak di sekitar mata air,” jelasnya.

Setelah meminta izin dan memberikan seserahan, selanjutnya kedua pemangku menuju mata air untuk melakukan prosesi pembukaan mata air yang diyakini tertutup oleh benda tak kasat mata dengan iring-iringan nada rayuan dari pemangku agar air dapat kembali keluar dengan deras.

Prosesi Ngalun Aiq di Desa Aikdewa, Kecamatan Pringgasela, Kabupaten Lombok Timur. (Inside Lombok/Deni)

“Kita lakukan pembukaan mata air dengan menggunakan pisau dengan diiringi lelakaq (pujian) kepada sang pencipta yang telah menciptakan sumber mata air,” tuturnya.

Setelah dilakukan pembukaan mata air, Puteri Gondang memberikan Reragian kepada pemangku untuk digunakan menggayung air, para pengawal laki-laki dipersilahkan untuk bersimpuh di depan mata air dengan menadahkan potongan bambu yang digunakan sebagai menadah air. Nantinya pemangku akan menuang air yang tersisa pada reragian ke potongan bambu.

“Nantinya air yang kita tuang ke potongan bambu diserahkan kepada pengawal wanita dengan dituangkan ke dalam guci,” katanya.

Singkatnya, air hasil Ngalun Aiq itu sendiri akan digunakan untuk kebutuhan minum dan dituangkan ke dalam ladang agar seluruh ciptaan Allah SWT baik manusia maupun alam dapat mendapatkan keberkahan dari air hasil rayuan.

Prosesi Ngalun Aiq sendiri tetap dilakukan di Desa Aikdewa hingga tahun 90-an, namun beberapa puluhan tahun yang lalu keberadaan prosesi tersebut sudah jarang dilakukan oleh masyarakat. Sehingga melalui Lembaga Adat dan Gawe Desa (LAGDes) kembali mengangkat adat dan budaya nenek moyang yang telah lama terlupakan.

Tradisi tersebut pada tahun 2017 dan 2018 pernah dilakukan dalam bentuk festival, hal itu dilakukan agar generasi penerus dapat mengenal adat dan tradisi nenek moyang yang dulu pernah ada di Desa Aikdewa.

“Tahun ini festival akan kita gelar kembali yang akan kita rangkaikan dengan prosesi Mandik Penganten,” pungkasnya. (den)

- Advertisement -


Berita Populer