Lombok Tengah (Inside Lombok) – Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat menyalurkan sekaligus melepas 15 ribu ekor bibit lele dumbo untuk budidaya ikan dengan sistem bioflok di Pondok Pesantren Hidayatul Muhsinin, Desa Labulia, Kabupaten Lombok Tengah, Jumat.
“Pelepasan bibit ikan lele untuk dibudidayakan dengan menggunakan sistem bioflok. Benih lele yang dilepas sebanyak 15 ribu ekor dengan ukuran 7 hingga 8 cm. Selain bisa menjadi konsumsi bagi para santri, santri-santri juga dapat sekaligus belajar bagaimana membudidayakan ikan dengan sistem bioflok,” kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Dislutkan) NTB, H Yusron Hadi.
Yusron mengatakan, budidaya ikan air tawar dengan sistem bioflok akan lebih mudah dilakukan masyarakat. Sistem bioflok ini sangat cocok untuk diterapkan karena sangat mudah dibuat, hanya membutuhkan peralatan dan perlengkapan yang mudah ditemui serta tidak membutuhkan lahan yang luas.
Karena itu, Dislutkan NTB mendorong pengembangan budidaya dengan sistem bioflok ini untuk meningkatkan produksi, memberi manfaat ekonomis, sekaligus meningkatkan konsumsi ikan bagi masyarakat di provinsi itu.
Untuk pengembangan budidaya sistem bioflok di Ponpes Hidayatul Muhsinin, Dislutkan NTB membantu sarana dan prasarana budidaya sistem bioflok, seperti bangunan, kolam, benih dan pakan serta obat-obatan yang dibutuhkan, dengan pola bantuan stimulus ekonomi.
“Tujuan kita mendorong industrialisasi perikanan dan meningkatkan konsumsi ikan masyarakat termasuk dari perikanan darat. Untuk mewujudkan itu, kita perlu mendorong masyarakat untuk membudidyakan ikan tawar secara luas termasuk ke pondok-pondok pesantren,” jelas mantan Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi NTB ini.
Ia menjelaskan, teknologi budidaya ikan sistem bioflok adalah suatu teknik budidaya melalui rekayasa lingkungan yang mengandalkan pasokan oksigen dan pemanfaat mikroorganisme yang secara langsung dapat meningkatkan nilai kecernaan pakan.
Prinsip dasar bioflok adalah mengubah senyawa organik dan anorganik yang terdiri dari kabon, oksigen, hidrogen, dan nitrogen menjadi massa sludge berbentuk bioflok. Perubahan tersebut dilakukan dengan memanfaatkan bakteri pembentuk gumpalan sebagai bioflok.
“Teknik ini populer di kalangan peternak ikan lele dan ikan nila karena mampu menggenjot produktivitas panen yang lebih tinggi. Selain itu, metode bioflok juga menekan penggunaan lahan menjadi tidak terlalu luas dan hemat air,” jelasnya.
Menurutnya, dengan sistem bioflok ini manfaatnya tidak hanya mendorong peningkatan produksi ikan air tawar, tapi juga memberi kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk dapat mengakses konsumsi ikan dengan lebih mudah.
“Di samping itu, melalui bioflok ini kita juga memberi edukasi wirausaha perikanan kepada generasi muda, jika hal ini kita kembangkan di Ponpes atau pusat-pusat pendidikan kita lainnya,” katanya.
Yusron mengatakan, pengembangan budidaya ikan air tawar dengan sistem bioflok akan terus dilakukan di NTB ke depannya.
“Kami berharap budidaya ikan dengan sistem bioflok ini akan semakin banyak di NTB,” katanya. (AntI