Mataram (Inside Lombok) – Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) NTB meminta tambahan alokasi pupuk subsidi kepada Kementerian Pertanian, terutama jenis NPK. Namun hingga kini belum ada respon dari permintaan tersebut. Mengingat beberapa pupuk sudah tidak disubsidi lagi.
Kepala Distanbun NTB, Fathul Gani mengatakan hal ini merupakan kebijakan dari panitia kerja komisi IV DPR RI, di mana per 1 Juli kemarin jenis pupuk yang disubsidi hanya urea dan NPK. Meski kebijakan itu saat ini masih dievaluasi RDKK, produsen sudah disurati dari Dirjen PSP Kementan khususnya Direktur Pupuk dan Pestisida untuk menyelesaikan semua administrasi di Juni. Karena Juli ini diharapkan rekomendasi hasil panitia kerja sudah berlaku untuk tambahan alokasi pupuk subsidi.
“NPK dari 15 persen dialokasikan, kita minta tambahan 70 persen. Ini merupakan upaya pemerintah berpihak ke petani. Tapi sampai saat ini belum ada balasan dari surat yang kami ajukan,” ujar Fathul, Selasa (19/7).
Berdasarkan data Distanbun NTB distribusi pupuk yang dilakukan hingga Mei 2022 kemarin sebanyak 133,680.97 ton pupuk telah didistribusi ke tingkat petani dengan jenis pupuk urea, NPK, ZA-36,organik dan POC. Dengan rincian pupuk urea mencapai 87,265.60 ton, total yang dialokasikan mencapai 186,922 ton. Pupuk SP-36 disalurkan sebanyak 5.752.75 ton dari ditargetkan 11,443.00 ton. Pupuk ZA disalurkan sebanyak 5,474.95 ton dari 10,653.00. Pupuk NPK sebanyak 29,642.90 ton dari target alokasi 48,634.00 ton. Pupuk organik 3,107.77 ton dialokasikan sebanyak 14,302.00 ton. Pupuk POC sekitar 2,437.00 dari target sebanyak 70,877.00 ton.
“Distribusi pupuk bagi petani NTB per Mei 2022 baru mencapai 38,9 persen atau sekitar 133,680.97 ton. Dari target dialokasikan Pemerintah Pusat 342,831.00 ton,” terangnya.
Diakuinya masalah pupuk menjadi masalah sensitif yang sering terjadi dikalangan para petani. Terlebih Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pertanian (Kementan) telah mencabut sejumlah penjualan pupuk bersubsidi bagi petani. Dimana untuk pupuk jenis ZA, SP-36 dan organik granul akan dikenakan harga non subsidi, sehingga margin atau perbedaan harga antara pupuk subsidi dan non subsidi yang terlalu besar.
“Tidak apa-apa pupuk subsidi dicabut, asalkan ada intervensi bentuk lain yang mendukung produksi atau aktivitas para petani,” katanya. Kendati ketika subsidi pupuk dicabut otomatis akan memberatkan petani. Untuk itu harus ada item lain diintervensi pemerintah, yakni bantuan benih, sarana dan prasarana produksi, ketersediaan alsintan, perbaikan jaringan dan lainnya.
“Intinya berharap subsidi jangan terlalu drastis dicabut. Harapannya mesti dicabut secara bertahap. Ada kompensasi yang diterima para petani ketika subsidi dicabut seperti bantuan sarana dan prasarana, bantuan bibit,” terangnya.
Diharapkan subsidi yang dicabut tidak terlalu drastis. Walaupun dicabut harus diimbangi dengan kemampuan petani. Agar pupuk non subsidi bisa terbeli oleh petani. Pemerintah Pusat pun mestinya upaya. Bagaimana petani tidak kesulitan ketika subsidi pupuk dicabut.
Misalnya pemberian subsidi langsung ke perusahaan, seperti biaya produksi atau subsidi transportasi. Namun hal terpenting harga pupuk bisa terjangkau oleh masyarakat. dengan demikian. Baiknya subsidi pupuk dicabut dengan syarat harga pupuk di tingkat petani bisa lebih terjangkau dan tidak memberatkan petani.
“Seperti pupuk urea harganya Rp2.250 per kilogram (kg), sementara urea non subsidi harganya mencapai Rp13.000 per kg. Ada margin hingga Rp10.000, yang membuat petani kesulitan mendapat pupuk subsidi yang jumlahnya terbatas. Itu biasa dipermainkan di lapangan,” jelasnya. (dpi)