Mataram (Inside Lombok) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat menggencarkan edukasi tentang industri jasa keuangan ke warga pedesaan karena tingkat inklusi yang masih relatif rendah.
“Tingkat inklusi warga di perkotaan cenderung lebih baik dibanding warga di pinggiran padahal potensi ekonomi juga relatif bagus,” kata Kepala OJK NTB, Farid Faletehan di sela peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-8 OJK di Mataram, Jumat.
Dari hasil survei OJK, Farid menyebutkan tingkat inklusi keuangan warga perkotaan di NTB mencapai 80 persen, sedangkan di pedesaan 20 persen. Sedangkan tingkat literasi keuangan relatif seimbang antara pedesaan dengan perkotaan.
Inklusi keuangan adalah akses universal dengan biaya yang wajar, untuk berbagai layanan keuangan. Sedangkan literasi keuangan merupakan pengetahuan, keterampilan, dan keyakinan yang mempengaruhi sikap dan perilaku untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan dalam rangka mencapai kesejahteraan.
“Tingkat inklusi keuangan masyarakat pedesaan di NTB masih menjadi pekerjaan rumah bagi OJK bersama lembaga keuangan,” ujarnya.
Menurut dia, masih relatif rendahnya minat warga pedesaan mengakses industri jasa keuangan bukan karena faktor ekonomi daerahnya, tetapi lebih kepada tingkat pemahaman dan belum terbiasa dan tingkat kepercayaan terhadap lembaga keuangan yang masih perlu diperbaiki.
Farid menambahkan potensi ekonomi di pelosok desa juga relatif bagus. Oleh sebab itu, industri jasa keuangan, khususnya perbankan harus bisa masuk ke wilayah tersebut, terutama menyentuh para petani yang selama ini mengandalkan pembiayaan dari pihak-pihak tertentu atau bukan lembaga jasa keuangan resmi.
“Kami melihatnya bukan pada persoalan ekonomi di pedesaan, tapi lebih kepada masyarakatnya, mungkin belum begitu berani dengan lembaga keuangan resmi, atau masih ketergantungan terhadap pembiayaan seperti rentenir dan sistem ijon,” ucapnya.
OJK, kata Farid, setiap tahun melaksanakan program sosialisasi tentang industri jasa keuangan. Kegiatan tersebut dilakukan bersama lembaga keuangan, seperti bank umum, bank perkreditan syariah, dan lembaga pembiayaan.
Sosialisasi menyasar kelompok-kelompok masyarakat di perkotaan hingga pelosok NTB yang masuk kategori daerah tertinggal, terdepan dan terluar. Salah satu contoh adalah masyarakat pesisir di Pulau Bungin, Kabupaten Sumbawa.
Edukasi tentang industri jasa keuangan dan investasi juga dilakukan di lingkungan pendidikan. OJK NTB bersama lembaga keuangan memberikan pemahaman kepada para mahasiswa dan dosen di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta yang tersebar di Pulau Lombok, dan Pulau Sumbawa.
“OJK berkomitmen untuk lebih berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, salah satu caranya dengan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, terutama di wilayah perdesaan,” kata Farid. (Ant)