Mataram (Inside Lombok) – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nusa Tenggara Barat memastikan kebijakan restrukturisasi kepada debitur lembaga jasa keuangan yang terdampak wabah virus corona sudah berjalan sesuai arahan pemerintah pusat.
“Di NTB, proses restrukturisasi kredit sudah berjalan. Debitur sudah mulai mengajukan ke lembaga jasa keuangan,” kata Kepala OJK NTB Farid Faletehan di Mataram, NTB, Selasa.
Ia mengatakan ada sedikit perbedaan persepsi dari nasabah (debitur). Banyak yang meminta penundaan pembayaran kredit, sementara keringanan itu bisa berbeda-beda bentuknya, tidak harus penundaan pembayaran.
“Bahkan ada yang datang ke OJK melapor sudah ke perusahaan pembiayaan minta keringanan, tapi diberikan skema perpanjangan jangka waktu angsuran, tapi tetap mengeluh ingin penundaan,” ujarnya.
Meskipun sudah ada yang mengajukan restrukturisasi, Farid mengaku belum memperoleh data secara detail tentang jumlah nasabah yang mengajukan restrukturisasi dari masing-masing lembaga jasa keuangan.
“Rencananya, kami akan ke lembaga jasa keuangan. Namun, mereka lagi sibuk saat ini,” ujarnya.
Farid juga menegaskan bahwa debitur dan lembaga jasa keuangan sama-sama terdampak wabah virus corona.
Oleh sebab itu, dalam pemberian keringanan kredit, pasti lembaga jasa keuangan berpikir antara membantu dan mempertahankan kelangsungan usahanya.
Melihat kondisi tersebut, OJK NTB bersama Pemerintah Provinsi NTB sudah mengeluarkan pengumuman kepada masyarakat terkait kebijakan relaksasi kredit nasabah perbankan terdampak virus corona.
Dalam pengumuman tersebut diinformasikan bahwa kelonggaran, keringanan atau penundaan dan sejenisnya merupakan bentuk relaksasi yang dilakukan melalui proses restrukturisasi kredit.
Alternatif yang diberikan berupa perpanjangan waktu kredit, pengurangan jumlah cicilan, pengurangan tunggakan bunga, dan penundaan pembayaran dalam waktu tertentu.
Farid menambahkan setiap nasabah yang mengajukan restrukturisasi kredit akan dilakukan analisis oleh bank dan ditetapkan bentuk restrukturisasi yang sesuai dengan kemampuan nasabah serta memperhatikan kemampuan masing-masing bank.
“Kebijakan relaksasi tersebut diharapkan dapat menjadi solusi, baik bagi nasabah maupun lembaga perbankan serta masyarakat pada umumnya,” katanya. (Ant)