Mataram (Inside Lombok) – Penyusutan atau alih fungsi lahan pertanian di NTB terjadi setiap tahun. Penyusutan lahan pertanian ini nyatanya tidak terjadi di semua kabupaten dan kota melainkan hanya di beberapa daerah saja.
Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram, Fathul Gani mengatakan kawasan yang sering terjadi penyusutan lahan pertanian yaitu di Kabupaten Lombok Barat, Kota Mataram, Lombok Tengah, dan Lombok Timur. “Kalau di Pulau Lombok ini hampir semua. Ini banyak terjadi di seputaran area-area pertumbuhan ekonomi,” katanya.
Ia mengatakan, pertumbuhan ekonomi yang terjadi di beberapa daerah menjadi salah satu faktor lahan produktif banyak alih fungsi. Dalam setahun, jumlah alih fungsi yang terjadi di NTB yaitu seluas 6-10 ribu hektare (ha).
Penyusutan lahan pertanian ini kata Fathul menjadi salah satu faktor berkurangnya produksi hasil pertanian di NTB, terutama padi. Namun dengan kendala tersebut, pemda berupaya agar produksi tetap meningkat di tengah ancaman alih fungsi lahan yang terus marak terjadi.
“Ini menjadi tantangan bagaimana meningkatkan produksi ditengah makin menyusutnya lahan pertanian kita. Dengan cara meningkatkan pola tanam. Yang tadinya satu kali masa tanam menjadi dua, yang dua menjadi tiga,” kata mantan Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB.
Disebutkan, lahan pertanian di NTB yaitu dari 270 ribu ha menjadi 260 ribu ha. Meski terjadi penurunan lahan pertanian, produksi pertanian di NTB disebut meningkat. “Itu artinya semakin kita dihadapi semakin menyusutnya lahan pertanian maka kita harus genjot dari intensifikasi,” katanya.
Alih fungsi yang dilakukan sebenarnya memiliki sanksi. Namun, Fathul mengakui pemberian sanksi tersebut tidak berjalan efektif. Sanksi tersebut tertuang dalam perda yang sudah dibuat Pemprov NTB yang mengatur tentang lahan pertanian. “Ada sanksinya, kita juga tidak konsisten melaksanakannya,” katanya.
Ia menjelaskan, jika ada alih fungsi yang terjadi di lahan pertanian produktif, maka harus ada lahan lain yang akan dijadikan sebagai gantinya. Sehingga produksi pertanian tidak berpengaruh terhadap alih fungsi lahan tersebut.
“Maka kita mencari lokasi lain yang sama. Tingkat produksinya sama, kalau diambil dua ha maka kita harus mencari minimal dua ha. Tapi kan ada keterbatasan lahan kita di NTB,” paparnya.
Sementara terkait koordinasi dengan para pengembang, Fathul mengatakan hal tersebut merupakan kewenangan pemda kabupaten dan kota. Sedangkan Pemprov NTB hanya bisa memberikan himbauan. “Mudah-mudahan bisa berpikir panjang bukan hanya berpikir hari ini tapi berpikir untuk generasi yang akan datang,” harapnya. (azm)