Mataram (Inside Lombok) – Penyidik Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Mataram memperpanjang masa penahanan untuk tersangka kasus dugaan korupsi permintaan jatah dari proyek Rumah Susun (Rusun) Satuan Non-Vertikal Tertentu (SNVT) Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR NTB, berinisial BLR.
Kasat Reskrim Polres Mataram AKP Joko Tamtomo, di Mataram, Kamis, mengatakan perpanjangan penahanan dilakukan karena penyidikannya masih dalam tahap pemberkasan.
“Karena masih pemberkasan, ada rangkaian yang harus diselesaikan, kami lakukan perpanjangan penahanan terhadap tersangka,” kata Joko.
Lebih lanjut dikatakan bahwa penyidikannya masih dalam proses pemeriksaan saksi. Sampai saat ini pemeriksaan masih fokus di internal pegawai SNVT PP Kementerian PUPR NTB yang akan dilanjutkan dengan pihak rekanan pelaksana proyek rusun dan rumah khusus (rusus).
Enam saksi yang telah menjalani pemeriksaan adalah Pejabat Penandatanganan Surat Perintah Membayar (PP-SPM), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) rusun dan rusus, Kepala Urusan Umum/Keuangan serta saksi saat operasi tangkap tangan, Direktur PT JU yang merupakan rekanan pelaksana proyek Rusun Ponpes Al-Kahfi.
Dalam kasus yang terungkap dari hasil operasi tangkap tangan (OTT) oleh Tim Satreskrim Polres Mataram ini, tersangka BLR diduga meminta jatah Rp100 juta dari proyek Rusun Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Al-Kahfi, di Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa.
Kepada pihak kontraktor pemenang tender, tersangka BLR diduga membuat alasan untuk biaya administrasi dengan kisaran uangnya 5-10 persen dari nominal proyek.
Sebagai tersangka, BLR dijerat dengan pasal 12 Huruf e Undang-Undang RI Nomor 20/2001 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tujuh proyek pembangunan rusun dan rusus yang berjalan di tahun 2019 ini, NTB mendapat kucuran anggaran sebesar Rp20,5 miliar. Penandatanganan kontrak kerja dengan tujuh rekanan pemenang tender telah dilaksanakan pada 18 Juli 2019.
Tujuh proyek tersebut, yaitu Rusun Ponpes Ulil Albab di Desa Perian, Montong Gading, Lombok Timur dengan nilai Rp3,48 miliar, dikerjakan CV Cinta Bahagia.
Kemudian Rusun Ponpes Al-Madina di Kelurahan Kenanga, Kecamatan Bolo, Kabupaten Bima yang dikerjakan PT Performa Trans Utama dengan nilai kontrak Rp2,351 miliar. CV Sagita mengerjakan rusus di Desa Kukin, Kecamatan Moyo Utara, Kabupaten Sumbawa dengan kontrak Rp4,55 miliar.
Selanjutnya paket proyek rusus di Kelurahan Jatiwangi, Kecamatan Asakota, Kota Bima yang dikerjakan CV Rangga Makazza dengan nilai kontrak Rp5,49 miliar.
Ada lagi proyek yang dikerjakan CV Kurnia Karya dengan nilai kontrak Rp 4,617 miliar, untuk pengerjaan rusus di Desa Mertak, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Timur. Proyek rusus di Desa Poto Tano, Kecamatan Poto Tano, Kabupaten Sumbawa Barat senilai Rp2,97 miliar yang dikerjakan CV Sumber Resky Abadi.
Selanjutnya, dugaan permintaan setoran Rp100 juta dari proyek yang menyeret BLR sebagai tersangka itu berkaitan dengan proyek Rusun Ponpes Modern Al-Kahfi Desa Pernek, Kecamatan Moyo Hulu, Kabupaten Sumbawa yang dikerjakan CV Jangka Utama dengan kontrak Rp3,49 miliar. (Ant)