Lombok Barat (Inside Lombok) – Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Barat (Lobar) mencatat kasus pernikahan usia anak di kabupaten tersebut didominasi remaja dengan rentang usia 16 sampai 18 tahun. Ironisnya, hampir seluruhnya tidak ada yang melanjutkan sekolah.
“Ada yang SMP dan SMA, yang paling banyak SMA. Kami pernah berhasil membelas (mencegah pernikahan usia anak, Red) 50 kasus, dan tujuh (kasus) sudah tidak dapat dibelas,” tutur Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Lobar, Mustilkar.
Diterangkan, ada tiga kecamatan dengan angka tertinggi kasus pernikahan usia anak, yaitu Narmada, Lingsar, dan Sekotong. Meski begitu, pihaknya mengklaim ada penurunan kasus pernikahan anak di Lobar, di mana dari 2 ribu pernikahan angka kasus pernikahan usia anak hanya sekitar 7 persennya.
“Angka pernikahan anak pada 2023 ada 178 dari 2 ribuan pernikahan, itu hanya sekitar 7 persen,” ungkap Mustilkar. Dari catatan yang dimiliki pihaknya, terjadi penurunan yang signifikan dari 2022 yang angkanya mencapai 16 persen. Kemudian di 2023 menurun menjadi sekitar 7 persen.
Pihaknya pun membantah jika Lobar disebut menjadi daerah yang rawan pernikahan anak. “Itu menurun, kalau dibilang marak juga kami kurang setuju. Karena kalau marak itu setiap hari,” ketusnya.
Dijelaskan, regulasi terkait dengan pencegahan pernikahan usia anak ini sudah diatur dalam Peraturan Bupati (Perbup) tahun 2018 nomor 30 tentang pencegahan pernikahan anak. “Selanjutnya, pada 2019 diterbitkan Peraturan Daerah (Perda) terkait hal tersebut,” pungkasnya. (yud)