Mataram (Inside Lombok) – Kepala Kantor Pemasaran Pupuk Kaltim (PKT) Wilayah Nusa Tenggara Barat Slamet Mariyono menyatakan tidak ada kelangkaan pupuk di NTB, khususnya di Pulau Sumbawa, seperti isu yang berkembang di tengah masyarakat.
“Stok pupuk urea bersubsidi yang ada saat ini sebanyak 35.000 ton. Jadi tidak ada pupuk langka,” kata Slamet, kepada wartawan di Mataram, Selasa.
Ia menyebutkan stok pupuk urea bersubsidi yang ada di seluruh gudang Pupuk Kaltim di wilayah NTB saat ini, bisa memenuhi kebutuhan petani hingga Februari 2020.
Stok akan terus bertambah karena pengangkutan dari pabrik menuju NTB menggunakan kapal laut masih terus berjalan sesuai jadwal.
Menurut Slamet, permasalahan yang terjadi bukan tidak adanya ketersediaan, melainkan kuota pupuk urea bersubsidi untuk petani di NTB, pada 2019 sudah hampir habis.
NTB mendapatkan alokasi pupuk urea bersubsidi dari Kementerian Pertanian sebanyak 161.290 ton pada 2019. Jumlah alokasi tersebut berkurang dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 179.815 ton.
“Dari kuota yang diberikan pemerintah pusat untuk NTB pada 2019, sudah terserap sebesar 90 persen. Dan khusus di Pulau Sumbawa, kuota pupuk urea bersubsidi dalam kondisi kritis,” ujarnya.
Salah satu upaya yang dilakukan, kata dia, adalah Pemerintah Provinsi NTB telah melakukan realokasi kuota pupuk urea bersubsidi antarkabupaten di NTB. Selain itu, meminta Kementerian Pertanian untuk menambah alokasi untuk memenuhi kebutuhan pada musim tanam padi yang diperkirakan mulai November-Desember 2019.
Kabupaten Bima sudah mendapatkan realokasi sebanyak 450 ton, Dompu 450 ton, Sumbawa 550 ton, dan Kota Bima 94 ton. Tambahan tersebut diperoleh dari pengurangan alokasi untuk Kabupaten Sumbawa Barat sebanyak 500 ton, Lombok Barat 500 ton, Lombok Utara 450 ton, dan Lombok Tengah 55 ton.
Khusus di Kabupaten Bima, kata Slamet, pihaknya telah menyalurkan pupuk urea bersubsidi sebanyak 30.829 ton. Sementara kebutuhan pada musim tanam 2019 mencapai 41.000 ton.
“Kuota untuk beberapa kecamatan di Kabupaten Bima sudah dalam posisi kritis. Bahkan, jatah untuk petani di Kecamatan Madapangga sebanyak 2.344 ton sudah terbilang habis karena penyalurannya sudah mencapai 99,98 persen,” katanya.
Dengan kondisi saat ini, Slamet berharap masyarakat memahami situasi dan mengkomunikasikan permasalahan pupuk bersubsidi dengan pemerintah daerah. Sebab, Pupuk Kaltim hanya sebagai produsen yang ditugaskan menyalurkan kuota pupuk urea bersubsidi sesuai dengan keputusan Kementerian Pertanian.
“Pupuk Kaltim tidak bisa dipaksa menyalurkan pupuk urea bersubsidi tanpa adanya rekomendasi dari pemerintah. Kalau itu dilakukan, maka bisa menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan,” ujarnya. (Ant)