Lombok Timur (Inside Lombok) – Para peternak di Lombok Timur (Lotim) kini dilanda kecemasan setelah kembali munculnya kasus penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menyerang sapi. Mereka khawatir, wabah ini akan menyebabkan harga ternak turun drastis, seperti yang terjadi pada beberapa tahun lalu.
Unasih, Kepala Desa Lenek Daya sekaligus seorang peternak menyatakan peternak sangat berharap kejadian serupa tahun lalu tidak terulang. Saat itu, banyak peternak terpaksa menjual sapi mereka dengan harga jauh lebih murah akibat terjangkit PMK. “Sapi yang biasanya dijual dengan harga Rp15-20 juta, terpaksa dilepas dengan harga hanya Rp 7-8 juta per ekor,” ujarnya.
Menurutnya, keadaan itu sangat merugikan peternak. Di satu sisi, mereka harus melepas ternaknya dengan harga murah agar terhindar dari kerugian yang lebih besar, yakni sapi yang terancam mati akibat PMK. Saat ini, harga sapi hidup di Lotim masih terbilang baik, sekitar Rp48-52 ribu per kilogram. “Semoga isu PMK ini tidak membuat harga ternak kembali jatuh. Kami masih ingat betul betapa sulitnya tahun lalu saat PMK merebak,” tambah Unasih.
Di Desa Lenek Daya, populasi ternak mencapai 3 ribu ekor dengan 1.500 kepala keluarga yang menjadi peternak. Mengingat sebagian besar perekonomian warga bergantung pada peternakan, kemunculan PMK akan sangat mempengaruhi kehidupan mereka.
Sebagai upaya pencegahan, Pemdes Lenek Daya telah melakukan berbagai langkah untuk menjaga kesehatan ternak, antara lain pemberian vaksin, obat-obatan, dan vitamin, serta penyemprotan desinfektan pada kandang. Terlebih lagi, musim hujan yang tengah berlangsung membuat hewan ternak lebih rentan terkena penyakit. “Kami sudah mengalokasikan anggaran untuk vaksinasi ternak warga. Semoga langkah-langkah ini dapat mencegah PMK masuk ke Lenek Daya,” kata Unasih.
Hal serupa diungkapkan oleh Zikrillah, Ketua Kelompok Peternak As Sofwa di Lingkungan Renco, Kelurahan Kelayu Jorong, Kecamatan Selong. Dia juga khawatir dampak PMK akan menyebabkan harga sapi merosot. “Harga sapi masih bagus, sekitar Rp48 ribu per kilogram, tapi jika PMK kembali, harga pasti akan turun,” ungkap Zikrillah.
Untuk mengantisipasi penyebaran penyakit, peternak di daerah tersebut telah melakukan berbagai langkah pencegahan, termasuk penyemprotan disinfektan, vaksinasi, pembersihan kandang, dan memastikan sapi yang dibeli di pasar ternak dalam kondisi sehat. Penyemprotan juga dilakukan di pasar ternak sebelum sapi dibawa pulang.
Kepala Bidang Kesehatan Hewan dan Masyarakat Veteriner Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Lotim, drh. Hultatang, mengatakan bahwa jumlah populasi sapi di Lotim saat ini mencapai 140 ribu ekor dan terus meningkat setiap tahunnya. Namun, kemunculan PMK di Pulau Jawa menambah kekhawatiran peternak Lotim.
“Masalah PMK sering kali terkait dengan pergerakan ternak. Apalagi, Lotim merupakan salah satu lokasi pasar ternak terbesar di NTB, sehingga ancaman PMK bisa datang kapan saja,” ujar Hultatang. Dengan langkah-langkah antisipasi yang telah dilakukan, para peternak berharap wabah PMK dapat segera diatasi agar harga ternak tetap stabil dan perekonomian mereka tidak terpuruk. (den)