Mataram (Inside Lombok) – Ditreskrimum Polda NTB kembali menangkap tiga orang terduga pelaku tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Ketiga terduga pelaku antara lain perempuan inisial B (80), perempuan inisial NAS (65), dan laki-laki inisial IS (69).
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Arman Asmara Syarifuddin mengatakan ketiga terduga pelaku diamankan atas tiga laporan kasus pemberangkatan pekerja migran Indonesia secara non prosedural pada periode 19 Juni sampai dengan 3 Juli 2023. Dari berbagai kasus itu, ada tiga orang korban dan tujuh orang terduga pelaku yang diidentifikasi.
“Dari tujuh orang tersangka, tiga orang sudah ditahan di Rutan Polda NTB, dan empat orang masuk di dalam DPO (daftar pencarian orang),” ujar Arman, Rabu (26/7).
Berdasarkan hasil pemeriksaan B diketahui melakukan TPPO dengan memberangkatkan korban ke Libya, sedangkan NAS memberangkatkan korban ke Arab Saudi. Ketiga terduga pelaku berperan sebagai pekerja lapangan yang merekrut korban, dan menerima bayaran sekitar Rp2 juta untuk setiap korban yang berhasil diberangkatkan.
“Keterangan salah satu tersangka B dapat Rp7 juta dari bosnya, yang mana Rp5 juta buat TKW dan Rp2 buat tersangka. Dari Rp5 juta itu, Rp2 juta untuk transportasi makan minum di situ,” terangnya.
Terduga pelaku pun mengaku baru pertama kali melakukan tindak pidana itu, dengan alasan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Arman mengungkapkan, jika terduga pelaku berhasil memberangkatkan lebih banyak korban, maka ada sistem poin yang digunakan oleh atasan mereka agar mendapat tambahan penghasilan.
Dirreskrimum Polda NTB, Kombes Pol Teddy Rustiawan menerangkan dari salah satu kasus yang diungkap, korban inisial LL asal Sumbawa diberangkatkan ke Arab Saudi oleh NAS dan terduga pelaku H yang saat ini masih buron.
Dalam kasus itu, NAS mengiming-imingi korban akan mendapat gaji 1.200 Riyal Saudi atau setara Rp4.7 juta jika bersedia diberangkatkan. Korban pun diberi uang saku sekitar Rp3 juta, sehingga korban bersedia diterbangkan ke penampungan di Jakarta Selatan sebelum diberangkatkan ke Arab Saudi secara ilegal.
“Setelah sampai di Arab Saudi korban bekerja selama enam bulan dan mendapatkan kekerasan fisik oleh majikan. Sempat ditelantarkan,” ungkap Teddy.
Untuk laporan polisi yang kedua, korban atas nama NU asal Sumbawa dikirim ke Arab Saudi oleh terduga pelaku IS. Korban kemudian ditampung oleh terduga pelaku AR yang saat ini masih buron.
Modus dalam kasus kedua tidak jauh berbeda, di mana korban diberi uang saku Rp2 juta agar bersedia diberangkatkan secara ilegal ke luar negeri. “Korban baru 11 bulan bekerja di Arab Saudi, mengalami kekerasan dan akhirnya dikembalikan ke tanah air,” ucapnya.
Kemudian laporan ketiga, dengan korban SM asal Lombok Timur dan J asal Sumbawa yang diberangkatkan ke Libya. Beberapa waktu lalu sempat viral videonya di media sosial karena mengalami penyiksaan oleh majikannya. Namun telah dilakukan penjemputan oleh tim dikembalikan ke Indonesia.
“Tersangka B sebagai pekerja lapangan merekrut korban. Kemudiaan tersangka HS alias I mengirim korban, FT (perempuan) menampung korban dan masih DPO. Ada juga FT, ini posisinya di Arab Saudi masih DPO. Modusnya sama dan diberikan uang saku Rp5 juta,” terangnya.
Sementara itu, barang bukti yang diamankan ada paspor, ATM, boarding pass, HP dan lainnya. Terhadap para terduga pelaku dikenakan pasal 10 dan atau pasal 11 Jo pasal 4 Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang dan atau pasal 81 Jo pasal 69 UU No. 18 Tahun 2017 tentang perlindungan pekerja migran Indonesia (PPMI), dengan ancaman hukuman pidana penjara 3 tahun paling singkat dan 15 tahun paling lama. Serta denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta. (dpi)