Mataram (Inside Lombok) – Hari pelaksanaan pemilu serentak 2019 semakin dekat. Para Tim Sukses dari kedua Calon Presiden (Capres) yang akan bertarung pada pemilihan umum (pemilu) presiden (pilpres), maupun para calon legislatif (Caleg) yang berebut kursi di DPR mulai melakukan berbagai cara untuk mendulang suara, tidak terkecuali praktik politik uang (money politics).
Hal tersebut disampaikan oleh perwakilan Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran (FITRA) NTB, yang memprediksi praktik money politics tersebut masih banyak dilakukan, terutama oleh para Caleg yang menyasar wilayah perkambungan dan pedesaan.
“Persaingan yang ketat antar Caleg dan target mengejar suara partai merupakan salah satu alasan kenapa politik uang menjadi cara mengejar suara,” ujar salah satu anggota FITRA NTB, Jumi Jumaidi, Sabtu (13/04/2019), di Mataram.
Menurut Jumaidi, yang selama ini juga aktif memantau pergerakan politik di NTB tersebut, kondisi politik yang terjadi saat ini merupakan imbas dari kinerja para legislatif yang selama ini belum mampu bekerja untuk menarik hati masyarakat. Namun malah menumpuk janji yang kedepannya seringkali malah tidak ditepati.
“Kekecewaan itulah yang memunculkan banyaknya permintaan politik uang di kalangan masyarakat,” ujar Jumaidi.
Sebelumnya Gubernur NTB, Zulkieflimansyah (Bang Zul), saat menyampaikan sambutannya pada puncak acara Festival Pesona Tambora (FPT) 2019 di Kabupaten Dompu, juga menyampaikan hal serupa. Menurut Bang Zul, masalah korupsi dan praktik money politics saat ini merupakan satu-kesatuan masalah yang belum bisa diurai.
“Tidak mungkin korupsi kita hilangkan kalau ongkos dan biaya untuk menjadi anggota DPRD masih mahal. Tidak mungkin kita akan meminimalisir kemiskinan, pengangguran, akibat korupsi kalau ongkos menjadi Bupati atau DPR masih mahal,” tegas Bang Zul dalam pidato pembukaannya tersebut, Kamis (11/04/2019) di Doro Ncanga, Kawasan Taman Nasional Gunung Tambora, Kecamatan Pekat, Kabupaten Dompu.
Menurut Bang Zul sendiri, satu-satunya cara untuk memutuskan rantai praktik money politics tersebut adalah dengan membangun pola pikir di masyarakat bahwa dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat harus mengedepankan hati nurani ketimbang mengedepankan memilih karena pemberian fasilitas tertentu atau sejenisnya.
Kapolda NTB sendiri, Irjen Pol Achmat Juri, beberapa waktu lalu menyampaikan bahwa pihak kepolisian dari Polda NTB bersama Bawaslu akan terjun langsung melakukan pengawasan di lapangan dengan cara masuk ke seluruh wilayah hingga ke desa-desa untuk mencegah praktik money politics. Pengawasan itu sendiri telah dilakukan sejak Jumat (12/04/2019) yang lalu.
Dalam Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2009 sendiri disebutkan bahwa salah satu tujuan bantuan keuangan dari Partai Politik (Parpol) dikucurkan adalah untuk melakukan pendidikan politik, dimana pendidikan politik ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran bagi para kader partai atau para Caleg dan juga untuk menumbuhkkan kesadaran berpolitik bagi masyarakat. Namun belakangan pemeberian bantuan keuangan tersebut malah jatuh ke dalam praktik money politics.