28.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaProtes Pemberlakuan Jam Malam, Seorang Warga Dipolisikan Pak RT Atas Kasus ITE

Protes Pemberlakuan Jam Malam, Seorang Warga Dipolisikan Pak RT Atas Kasus ITE

Mataram (Inside Lombok) – Pengadilan Kelas 1A Mataram mulai menyidangkan kasus Pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) terhadap seorang perempuan inisial H. Sebelumnya, H dilaporkan Ketua RT-nya sendiri, karena mengunggah video saat dirinya memprotes pemberlakuan jam malam di perumahannya.

Agenda sidang kedua yang berlangsung Rabu (2/8) kemarin menghadirkan para saksi untuk dimintai keterangan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). “Hari ini (kemarin, Red) agenda pemeriksaan saksi yang dihadirkan jaksa sudah selesai. Jadi ada kerancuan sebetulnya persidangan ini. Saksi yang meringankan ikut dihadirkan oleh jaksa, sebetulnya itu menjadi saksi dari terdakwa,” kata Kuasa Hukum H, Kumar Gaurfar usai persidangan.

Lebih lanjut, dalam kesaksian ini menerangkan sebagaimana yang diketahui para saksi terkait postingan video dari H. Namun sidang kedua ini ditunda dan akan kembali dilanjutkan dengan menghadirkan saksi yang meringankan terdakwa. “Insyaallah kami siapkan bener-bener. membuktikan apa yang menjadi fakta di lapangan kemudian kita ungkap di persidangan,” terangnya.

Sebelumnya, terdakwa H dilaporkan oleh pelapor berinisial M selaku Ketua RT di salah satu perumahan di wilayah Terong Tawah, Labuapi, Lombok Barat. Pelaporan ITE ini bermula dari postingan video di media sosial terkait dengan permintaan H membuka penutup portal di perumahan tersebut.

“Kami asumsikan ini adalah tata tertib yang tidak di jalan oleh klien kami, padahal klien kami sangat tertib,” katanya. Kendati persoalan ini sebelumnya sempat dilakukan mediasi terhadap keduanya agar tidak berlanjut ke meja hijau.

Berita acara perdamaian yang dihajatkan untuk pencabutan laporan di kepolisian tersebut tidak menemukan titik terang dengan restorative justice (RJ). Namun justru terus berlanjut hingga ke persidangan.

“Sebelumnya telah terjadi kesepakatan mediasi, cuma ada hal teknis yang terkait kesepakatan yang tidak selesai. Akhirnya ini lanjut di persidangan terkait dengan kesepakatan mediasi,” terangnya.

Sementara itu dalam perdamaian keduanya, disebut ada syarat permintaan ganti rugi sejumlah uang senilai Rp50 juta. Namun permintaan itu tidak disanggupi oleh terdakwa, lantaran jumlah sangat tinggi. Sehingga berlanjut kasusnya kemeja hijau, dan sudah dilaksanakan persidangan pertama dan kedua.

Terpisah, usai persidangan ketua RT atau pelapor dimintai keterangan sejumlah awak media terkait dengan kasus ini enggan berkomentar, dan pergi meninggalkan para wartawan bersama sang istri. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer