Lombok Barat (Inside Lombok) – Pemda Lobar melalui Sekretaris Daerah (Sekda) H. Baehaqi memberi penegasan bahwa standar pengalokasian Tambahan Pendapatan Pegawai (TPP) sudah mengacu pada regulasi yang mengatur soal pemberian TPP itu berdasarkan pada kelas jabatan, beban kerja, serta nilai jabatan.
Sehingga ia menepis tanggapan dewan yang menyebut pengalokasian TPP bagi pejabat dan ASN itu mengacu pada asumsi. Baehaqi kemudian menjabarkan regulasi yang mengatur soal itu ada pada PP No. 12 tahun 2019 yang membahas tentang pengelolaan keuangan daerah. Kemudian juga mengacu pada Permen PAN RB No. 39 tahun 2013 mengenai penetapan kelas jabatan di lingkup instansi Pemerintah.
“Selain itu kita juga mengacu pada Permen PAN Nomor 34 tahun 2011 mengenai pedoman evaluasi jabatan. Dan yang terbaru itu berdasar dari putusan Mendagri Nomor 900-4700 tahun 2020 atas disetujuinya tambahan penghasilan PNS di lingkup Pemda yang sudah disetujui oleh Mendagri” bebernya.
“Jadi berdasarkan hal ini penghitungan TPP tidak menggunakan asumsi, tapi merujuk kepada regulasi yang sudah ada” tegas Baehaqi.
Sehingga dalam perhitungan perolehan TPP terdapat beberapa kajian yang menjadi pertimbangan, di antaranya beban kerja eselon II, III, IV, hingga stafnya. Kemudian, para pegawai ini akan disesuaikan dengan keberhasilan menyelesaikan Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dengan bobot 60 persen. Kemudian kedisiplinan dinilai dengan bobot 40 persen.
“Penilaian ini kita lakukan setiap bulan karena hasilnya akan masuk ke kinerja” imbuhnya.
Selain itu, risiko kerja pun turut menjadi deretan penilaian dalam pemberian TPP. Sebagai bentuk keadilan, lanjutnya, pegawai yang pekerjaannya memiliki risiko besar akan mendapatkan TPP yang berbeda dengan pegawai yang risiko kerjanya kecil. Selain itu, lokasi bertugas pun diakuinya dapat memengaruhi perolehan TPP itu. Sama hal nya seperti kelangkaan profesi, sehingga dalam hal ini dokter umum dan spesialis akan memperoleh TPP yang berbeda.
“Kalau kinerja ini, diukur dari SKP tahunan yang sudah tertuang dalam rencana kerja OPD. Itu yang kemudian dirinci menjadi 12 dalam SKP bulanan dan harus dikredit setiap hari” paparnya.
Hal itu lah yang kemudian menjadi pertimbangan Pemda dalam menentukan TPP dan dalam hal ini Lobar mengambil kelas jabatan kedua. Bahkan pejabat eselon II pun besaran TPP yang diterima tidak sama. Karena terdapat beberapa OPD juga yang mandatorinya dari aturan perundang-undangan. Seperti Dukcapil, Inspektorat, Dikes, hingga BPKAD dan Bappeda. Oleh karena itu TPP yang mereka peroleh satu golongan lebih tinggi jika dibandingkan dengan asisten.
Karena dalam penentuan TPP ini ada dua indeks penilaian disiplin dan kinerja. Sehingga, jelas Baehaqi, nanti dalam implementasinya, bila ada pegawai tidak ikut apel dan tidak masuk bekerja, maka TPP nya pun akan dipotong. TPP ini pun baru mulai diberlakukan sehingga pihaknya bersama kementerian akan memonitoring dan mengevaluasi hal ini.
“Kemudian ini lah yang menjadi dasar kita dalam membakukan TPP ini. Tapi kita (daerah) baru bisa hanya memberikan 30 persennya belum 100 persen sesuai mandatori regulasi. Karena ini harus disesuaikan dengan kapasitas fiskal daerah juga” ungkapnya.
“Pak Bupati juga sudah memberi atensi, bahkan untuk tahun 2022 beliau sudah memerintahkan ke kita (TAPD) supaya dinaikkan juga” tutupnya.