Mataram (Inside Lombok) – Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB telah menetapkan dua orang tersangka terkait kasus korupsi tambang pasir besi di Lombok Timur (Lotim), Senin (13/3) kemarin. Sekretaris Daerah (Sekda) NTB, Lalu Gita Aryadi yang juga sempat diperiksa terkait kasus korupsi itu pun menjelaskan duduk perkaranya.
Diakui Gita, dirinya memang sempat diperiksa terkait adanya penerbitan izin pada 2011 lalu untuk PT. Anugerah Mitra Graha (AMG) melakukan penambangan pasir besi di Lotim. Saat itu kewenangan penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) masih di tingkat kabupaten, sehingga pada saat itu terbitlah IUP PT. AMG di masa kepemimpinan Bupati Lotim, Sukiman Azmi.
“Makanya waktu itu saya dan Pak Sukiman dipanggil dan juga Pak Ali BD. Kenapa Ali BD (ikut dipanggil)? Karena pada 2014, Pak Ali BD menerbitkan IUP relokasi PT. AMG,” ujar Gita usai upacara di Kantor Dinas ESDM NTB, Selasa (14/3).
Selanjutnya, pada 2014 muncul Undang-Undang (UU) nomor 23/2014 yang mengatur peralihan kewenangan perizinan untuk tambang, kehutanan, laut dan pesisir ke tingkat provinsi. “Mulai 2015 dilakukan proses clear and clean (C and C), kemudian dalam proses itu kira-kira sekitar 141 IUP di daerah kita. Setelah diproses, sekitar 60-an itu lolos, termasuk PT. AMG. Jadi legalitasnya sah, berlaku 15 tahun dan berakhir 2026,” tutur Gita.
Dalam proses C and C itu, dinas ESDM NTB menemukan bahwa SK Bupati Lombok Timur ketika kepemimpinan Ali BD yang membahas soal relokasi tidak dikenal di dalam UU nomor 4/2009 tentang minerba. “Yang ada adalah penciutan dan perluasan. Kalau penciutan dulu Pak Sukiman tahun 2011 itu 1348 hektare, kalau diciutkan berarti kurang. Misalnya jadi 1000 hektare. Tapi kalau mau diperluas itu ada mekanismenya, proses lelang,” terangnya.
Karena proses-proses tersebut tidak dilakukan dan tidak diatur dalam UU nomor 4/2009, maka Dinas ESDM NTB melakukan peneguran agar tidak ada aktivitas penambangan di lokasi relokasi yang ditunjuk Pemda Lotim. “Jadi aktivitas tambang di lokasi relokasi adalah ilegal (saat itu, Red), bersamaan dengan perintah dari ESDM ke PT AMG. ESDM bersurat ke saya, saya selaku kepala dinas DPMPTSP,” bebernya.
Lebih lanjut setelah surat diterima dari ESDM, sudah ditelaah dan dilakukan pertimbangan teknis dari dinas ESDM. “Pada 1 Maret 2018 saya keluarkan pencabutan SK bupati Lombok Timur tentang relokasi area tadi. Keterlibatan saya mencabut atas perimbangan teknis dari dinas ESDM, dan saya melakukan pencabutan, clear sampai di sana,” jelasnya.
Pada 2018-2020 ada proses-proses operasional PT AMG, baik menambang dan lainnya. Di mana ada Rencana Kegiatan Anggaran Biaya yang dibuat. “Namun perkara nanti setelah operasi ada pengakutan, penjualan itu ada mekanisme lainnya. Bagaimana mengurus dan sebagiannya itu didalami dalam proses (pemeriksaan dugaan kasus korupsi),” ujarnya.
Selain itu, di 2020 terbitlah UU nomor 3/2020 yang menggatur kewenangan pertambangan ditarik lagi ke pusat, termasuk untuk tambang golongan C. Meski akhirnya kewenangan itu dikembalikan ke daerah. Kemudian 2021 dan 2020 PT. AMG ada aktivitas. Namun karena kewenangan di pusat, pusat merasa belum mengeluarkan RKAB.
“Bagaimana bisa PT. AMG sampai bisa beroperasi tanpa RKAB dari pusat, ya kita lihat justifikasi pada saat itu, bagaimana mekanisme. Itu kronologi perjalanan dari kasus ini,” pungkasnya. (dpi)