31.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaSoal Afiliator “Crazy Rich”, TGB Ingatkan Hal Ini

Soal Afiliator “Crazy Rich”, TGB Ingatkan Hal Ini

Mataram (Inside Lombok) – Afiliator trading atau akrab di publik dengan sebutan crazy rich yang diamankan oleh Bareskrim Mabes Polri dikomentari Ketua Organisasi Internasional Alumni Al Azhar (OIAA) Cabang Indonesia, TGB HM Zainul Majdi. Ia khawatir generasi muda di Indonesia terseret pada cara pandang yang salah.

Pola yang dilakukan oleh afiliator untuk mendapat keuntungan, memanfaatkan tren mendapatkan sesuatu dengan instan tanpa melalui proses yang baik. “Sudut pandang bahwa kredibilitas atau status sosial itu ditentukan dari materi,” katanya, Senin (14/3) di Jakarta.

Di dalam penjelasan Nabi Muhammad, ketika berbicara kekayaan, jangan semata mengukur dari material atau kekayaan finansial. “Ada yang lebih esensial, ketenangan hati, kenyamanan dalam kehidupan. Ketenangan jiwa dan batin, serta rasa kecukupan dalam setiap keadaan,” ujar TGB.

Dalam konteks agama dan nilai budaya yang tumbuh di tengah masyarakat, sambung TGB, fenomena ini dapat diredam dengan memanfaatkan nilai agama dan budaya. Hal lain, katanya, sikap takabur dan riya ini akan membawa kepada kehancuran. Konteksnya bukan hanya individu. Ini juga umat dan bangsa.

Dia mengajak segenap elemen bangsa membangun peradaban yang maju dan rendah hati. Peradaban yang tak hanya mengedepankan material yang menyebabkan kesombongan. Jangan sampai seperti kisah Qarun seperti yang ada di dalam Al-Quran.

“Peradaban yang terlihat kasih sayang dan nilai kemanusiaan, Itu yang diharapkan para pendiri bangsa. Yang terkandung dalam Pancasila itu lebih dalam ketimbang kemajuan material dan fisik,” imbuhnya.

Seperti diketahui, afiliator trading belakangan kerap memamerkan kendaraan mewah, rumah, dan segala macam yang dikenakan di ruang publik. Tak jarang mereka sampai membuang barang-barang mewah atau membakarnya.

Ketua Umum PB NWDI ini mengatakan hendaknya, di dalam Islam mengajarkan kaidah untuk la dharar wa la dhirar atau tidak melakukan sesuatu yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Ketika mengkonsumsi sesuatu harus makan-makanan yang sehat dan halal. Dan tak membahayakan tubuh. Termasuk ucapan dan sikap. Khususnya interaksi sosial.

“Jangan ada transaksi yang merugikan orang lain,” katanya. Selain itu, di dalam Islam tujuan tidak menghalalkan segala cara. Karena itu proses sama pentingnya di dalam Islam. Diterangkan, Rasul mengkritik orang yang beribadah, tapi pakaian, makan, dan minumnya dari sumber yang haram. Maka proses menuju beribadah bergelimang dengan sesuatu yang kurang baik.

“Dalam fenomena afiliator crazy rich, sebagian dari anak muda yang ingin kaya menggunakan jalan pintas dengan menipu orang lain,” ucapnya. Di era digital ini tak hanya membuka peluang kebaikan. Rentan dimanfaatkan orang-orang yang memiliki tujuan tidak baik.

Penipuan dengan platform digital menurutnya memanfaatkan keterpesonaan banyak orang pada era digital. Seakan-akan era digital lebih baik, transaksi digital dianggap lebih kredibel, dan dianggap lebih menguntungkan.

“Alimun bi zamanihi kalau kata ulama, mengerti akan perubahan yang terjadi. Tak menerima secara pasif, perlu juga mengerti,” bebernya. Hendaknya pendidikan di keluarga mengedepankan nilai, fokus membangun karakter, tak sekadar membangun intelektualitas atau kognitif.

“Dengan begitu generasi muda tak akan mudah terperdaya cara-cara seperti ini (terjebak afiliator trading),” tutupnya. (azm)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer