25.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaStok Minyak Goreng Minim Sulitkan UMKM, Bisa Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Stok Minyak Goreng Minim Sulitkan UMKM, Bisa Pengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Mataram (Inside Lombok) – Minyak goreng menjadi kebutuhan mendasar bagi para pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), khususnya yang bergerak di bidang kuliner. Bahkan kebutuhan pelaku usaha tersebut tercatat mencapai 80 persen dari total kebutuhan masyarakat. Jika ketersediaan minyak goreng terbatas, maka diyakini akan berdampak pada produksi UMKM, hingga berdampak juga pada pertumbuhan ekonomi.

Pengamat ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mataram (UNRAM), Firmansyah menyebut terjadinya kelangkaan di lapangan untuk minyak goreng perlu ditelisik atau dicek kembali. Apakah kelangkaan ini terjadi karena pasokan atau tata niaga. Pasalnya, di lapangan banyak yang kesulitan mendapatkan minyak goreng harga subsidi.

Jika disebabkan pasokan, biasanya disebabkan sulitnya memperoleh bahan baku di tingkat nasional. Sedangkan jika disebabkan tata niaga, bisa dari penimbunan minyak goreng, alokasi atau kuota minyak goreng di setiap daerah dari produsen minyak goreng hingga alur pendistribusian.

“Kalau soal pasokan saya rasa ya tinggal penuhi saja. Kalau soal tata niaga diharapkan para pemangku kebijakan segera ambil tindakan tegas,” ujar Firmansyah, Jumat (11/3).

Tindakan yang bisa diambil oleh pemerintah dengan menyisir kemungkinan-kemungkinan terjadinya penimbunan. “Kalau UMKM kita bermasalah, dampak ikutan ini akan panjang lagi, mulai dari pendapatan anjlok, keinginan meningkat, pemutusan hubungan kerja. Hal-hal ini harus segera ditangani,” terangnya.

Dikatakan, secara pribadi kelangkaan ini dilihat sebagai pembelajaran agar jangka menengah panjang untuk lebih serius menggalakan konsep substitusi. Dicontohkan, jika mengarahkan pelaku UMKM di daerah untuk membuat minyak goreng berbahan dasar kelapa. Hal ini bisa dikerjasamakan dengan akademisi atau lembaga riset untuk mengkaji selain dari sawit apalagi yang bisa dijadikan minyak goreng.

“Untuk jaga-jaga terjadinya hal seperti ini, agar UMKM tetap bisa berjalan produksi mereka,” katanya.

Sementara itu, salah seorang penjual ayam goreng, Abdulah mengeluhkan sulitnya mendapatkan minyak goreng. Pasalnya, ia berkeliling mencari minyak goreng ke beberapa ritel modern. Namun nihil. Bahkan meskipun ada bazar pasar murah, persediaannya juga habis.

“Ini saya sudah beberapa hari tidak jual gara-gara mahal harga minyak. Kata pemerintah stabil tapi mana ada sampai sekarang,” ungkapnya.

Dikatakan, ia yang hanya penjual kecil kesulitan jika harus membeli minyak goreng di pasar yang cukup tinggi. Sedang untuk minyak murah sulit untuk didapatkan, karena ketersediaannya tidak banyak. Lantaran kondisi tersebut penjualannya jadi berkurang.

“Biasanya jual 3-4 kilogram sekarang paling cuma 2 kilogram, berubah drastis jualannya. Omzet juga turun,” keluhnya.

Sebelumnya Kepala Dinas Perdagangan Provinsi NTB, H Fathurrahman mengatakan memang sesuai dengan informasi dari beberapa mitra distributor dan ritel yang mendistribusikan, mereka mengalami pengurangan daripada yang normal dulu terkait ketersediaannya. Bahkan ada yang sampai 50 persen dari kondisi sebelum terjadinya penyeragaman harga Rp14 ribu. Tentu ini menjadi perhatian karena memang terjadi secara nasional.

“Tinggal bagaimana kita mengupayakan Kementerian Perdagangan itu penjelasan penugasan berkaitan dengan kuota, berapa NTB ini sebenarnya kuotanya,” ungkapnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer