Mataram (Inside Lombok) – Rencana pemerintah pusat melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang akan memberikan subsidi minyak goreng harus tepat sasaran, terutama untuk masyarakat kecil menengah. Pasalnya, jika penerima subsidi tidak terkontrol maka akan mengganggu keuangan pemerintah yang masih berhadapan dengan pandemi Covid-19.
Pemberian subsidi minyak goreng diakui menjadi solusi paling paling memungkinkan untuk membantu masyarakat miskin mengatasi persoalan kenaikan harga beberapa waktu belakangan. Kemudian dapat menjadi stimulan bagi penurunan harga secara umum, walaupun agak sulit.
“Subsidi ini membantu masyarakat menengah ke bawah untuk mempertahankan konsumsinya. Kenaikan harga ini juga mengambil alih perbelanjaan yang lain sehingga ini menjadi langkah tepat,” ujar Pengamat Ekonomi dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Mataram (UNRAM), Firmansyah, Senin (10/1).
Menurutnya, pemberian subsidi sebaiknya hanya untuk masyarakat kelas menengah bawah, karena jika diberikan secara keseluruhan maka akan mengganggu keuangan pemerintah. Tinggal mekanisme saja bagaimana supaya subsidi itu tepat sasaran, efektif dan tepat waktu.
“Jangan sampai terlalu lama, sementara minyak dan bapok (bahan pokok) lain terus meningkat harganya. Potensi penimbunan sangat mungkin terjadi,” jelasnya.
Kenaikan harga minyak goreng yang mencapai Rp19 ribu per liter di pasar banyak dikeluhkan masyarakat. Pasalnya naiknya minyak goreng disusul dengan kenaikan bapok lainnya. Pemberian subsidi ini solusi jangka pendek.
“Tidak mungkin untuk jangka panjang karena keuangan pemerintah terbatas dan tidak mungkin hanya akan digerus hanya ke situ. Ini hanya stimulant saja sembari menunggu alternative lain,” ungkapnya.
Sementara itu, pemerintah pusat juga punya strategi mengatasi persoalan ini tentu kendalanya di lapangan akan cukup besar. Apalagi bagi pebisnis pemilik warung rumah makan tentu mereka akan mengurangi takaran, menaikkan harga dan berat dalam kondisi begini. Sehingga pemerintah memberikan subsidi bagi masyarakat yang membutuhkan.
Disisi lain, solusi jangka pendek tidak ada jika persoalannya terkait pasokan. Lain dengan persoalan tata niaga dimana barangnya ada tapi ada permainan di pasar yang menyebabkan harga naik dan sebagainya. Kalau kondisinya seperti sekarang masih ada jalan keluarnya.
“Tapi kalau persoalan pasokan solusinya ya mengadakan pasokan. Pemerintah perlu membangun jejaring untuk berkoordinasi dimana lokasi yang kelebihan pasokan untuk mengirim dan memenuhi pasokan ke daerah lain kekurangan,” jelasnya. (dpi)