Mataram (Inside Lombok) – Berdasarkan survei status gizi Indonesia (SSGI), Provinsi NTB termasuk dari tujuh daerah di Indonesia masuk dengan kasus stunting yang tinggi. Di mana, angka stunting masih sekitar 30 persen.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI, Hasto Wardoyo mengatakan, berdasarkan catatan pemerintah pusat angka 30 persen menunjukan berada pada zona merah.
Namun berdasarkan data elektronik-pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat (e-PPGBM), angka stunting di NTB disebut rendah. Sehingga untuk menyamakan data kasus stunting ini, pemerintah pusat akan menyimpulkan setelah pendataan berbasis data posyandu selesai dilakukan.
“Kalau real countnya belum lebih 80 persen belum bisa disimpulkan. Tapi ini kan sudah dikejar dan malah lebih 90 persen. Kita lihat sampai akhir tahun 2022 ini,” katanya kepada media, Rabu (14/9) di Mataram.
Ia mengatakan, intervensi yang diberikan pemerintah pusat terhadap daerah-daerah yang memiliki angka stunting tinggi yaitu dengan pengalokasian anggaran. Disebutkan, alokasi anggaran yang diberikan cukup besar untuk penanganan stunting. Di NTB, jumlah anggaran yang diberikan yaitu mencapai Rp30 miliar.
“Saya sebetulnya begini, penekanan saya itu kan ada anggaran di masing-masing kabupaten/kota itu perlu diserap untuk penanganan stunting. Karena ini masih kurang tinggal empat bulan dan anggaran masih lumayan besar belum terserap,” ungkapnya.
Disebutkan, khusus untuk Kota Mataram alokasi anggaran yang diberikan yaitu sebesar Rp7 miliar. Anggaran ini terdiri dari Rp4 miliar untuk non fisik dan Rp3 miliar untuk fisik. “Mudah-mudahan bisa cepat terserap (anggaran),” katanya.
Ketua Umum Dharma Pertiwi, Ibu Hetty Andika Perkasa yang juga turut berkunjung ke NTB mendorong penanganan kasus stunting di NTB. Karena keterlibatan TNI dalam penanganan kasus stunting dinilai cukup cepat. “Ini komunikasinya kepada masyarakat memperhatikan jangan sampai stunting,” katanya.
Karena dalam kunjungan istri panglima, sejumlah kegiatan digelar seperti demo masak, pemberian bibit sayur. Karena untuk mencegah stunting tidak perlu dengan makanan yang mahal. TNI juga sudah memiliki personel di tingkat bawah yang bersentuhan dengan masyarakat. “Karena dia juga pasukan babinsa. Bisa juga mengingatkan masyarakat,” pungkasnya. (azm)