30.5 C
Mataram
Minggu, 19 Mei 2024
BerandaBerita UtamaTarif Pajak Hiburan 40 Persen, APH Senggigi: Siap-Siap Bagaimana Bertahan

Tarif Pajak Hiburan 40 Persen, APH Senggigi: Siap-Siap Bagaimana Bertahan

Mataram (Inside Lombok)- Kebijakan pengenaan tarif pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) sebesar 10 persen meningkat menjadi minimal 40 persen dan maksimal 75 persen. Asosiasi Pengusaha Hiburan (APH) Senggigi menilai cukup memberatkan. Pasalnya pengenaan pajak tersebut bisa saja mematikan usaha hiburan yang ada. Mengingat belum semua pengusaha bisa bertahan sejak pasca gempa dan terpaan covid-19.

“Saya kira ini memberatkan buat kita bilamana ini jadi kebijakan pusat yang akan diterapkan oleh daerah, maka kita harus siap siap bagaimana cara kita bertahan. Khusus untuk hiburan, terapis and spa itu pajaknya kena 40 persen,” kata Ketua APH Senggigi, Suhermanto, Senin (15/1).

Sebagai informasi Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam pasal 58 ayat 2 dicantumkan, Khusus tarif PBJT atau jasa hiburan pada diskotik, karaoke, klab malam, bar, mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen.

Dikatakan hampir seluruh pengusaha hiburan yang terkena langsung dengan kebijakan tarif pajak minimal 40 persen ini menolak. Karena dianggap akan mematikan usaha yang saat ini dalam masa recovery akibat ekonomi yang tidak menentu. Pungutan-pungutan pajak ini sangat mempengaruhi dunia usaha untuk bertahan.

- Advertisement -

“Ini kayaknya bukan penerapan pajak, tapi ini membunuh kegiatan usaha. Tarif pajak sebesar 10 persen saja, hanya 19 tempat hiburan yang masih bertahan dari 27. Karena mengelola usaha hiburan itu tidak sederhana,” ungkapnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya mengatur pengenaan tarif pajak hiburan milik pemodal-pemodal besar misalnya dari luar negeri. Jangan terlalu dibebani pajak kepada usaha-usaha lokal yang ingin berkontribusi mendukung pembangunan daerah/negara.

“Pemerintah fokus kepada usaha-usaha hiburan yang beroperasi secara ilegal. Sementara usaha-usaha hiburan yang memiliki izin-izin diobok-obok. Coba dicek jumlah usaha hiburan illegal, itu menjamur. Perbandingannya dia 100, yang resmi 1,” terangnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan wajar saja penolakan terjadi dimana-mana terhadap pemberlakukan PBJT. “Kita akan menemui pemerintah untuk membahas ini. Kita tolak,” ujarnya. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer