Mataram (Inside Lombok) – Tarif tiket pesawat mengalami kenaikan beberapa waktu belakangan. Hal tersebut memicu inflasi di NTB, hingga naik tinggi mencapai 5,04 persen dibanding tahun lalu.
Angka inflasi yang cukup besar tersebut menjadi perhatian bagi Bank Indonesia (BI) NTB. Di mana kenaikan tarif tiket pesawat ini akan menjadi konsen untuk disampaikan ke BI pusat, sehingga ada jalan keluar.
Kepala Perwakilan BI NTB, Heru Saptaji mengatakan dampak inflasi dari kenaikan tiket pesawat cukup besar bagi NTB. Untuk itu pihaknya memberi atensi khusus, terlebih NTB sebagai salah satu daerah tujuan kunjungan wisatawan tentunya jika diamati dalam beberapa waktu terakhir ini, pesawat penuh terus dibandingkan pada posisi lebaran kemarin tidak setinggi sekarang harganya.
“Tarif angkutan udara konsen ini saya sudah sampaikan untuk menjadi masukan ketika kita rapat koordinasi dengan BI di Jakarta dengan kantor pusat, untuk menjadi pembahasan di lingkup nasional karena kebijakannya ada di kebijakan di lingkup nasional,” ujar Heru, Rabu (6/7).
Jika dilihat sisi permintaan yang luar biasa mobilitas masyarakatnya sudah berkunjung, sudah sangat hampir ke normal. Okupansi atau tingkat hunian kamar dilihat di hotel-hotel sekarang juga sudah mulai tinggi harganya pun sudah kembali ke harga normal. Kendati oni adalah peluang yang kalau dipikir-pikir mungkin pemulihan ekonomi yang sangat baik untuk daerah ini dan momentum ini yang harus kita jaga.
“Tentunya bukan hanya pariwisata (berdampak, Red) kalau kita berbicara inflasi secara menyeluruh. Tapi mudah-mudahan dengan konsen kita bersama kalau yang sifatnya tarif angkutan udara ini kan kita tidak bisa melihatnya secara parsial,” ungkapnya.
Pasalnya bahwa kondisi ekonomi global pun sedang juga dihadapkan pada kondisi yang rusak. Kemudian bagaimana pasukan energi global itu menjadi terbatas serta bagaimana harga minyak dunia juga sedemikian tingginya, sehingga harga avtur pesawat pun juga sedemikian mahalnya.
“Jadi kondisi-kondisi ini tentunya harus menjadi bahan pemikiran kita bersama. Kita akan coba carikan bagaimana nanti di lingkup pusat (solusinya, red),” ujarnya.
Berdasarkan data BPS NTB yang pada Juni 2022 inflasi gabungan dua kota sebesar 0,92 persen, atau terjadi peningkatan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 109,63 pada Mei 2022 menjadi 110,64 pada Juni 2022. Angka inflasi ini lebih besar dibanding angka inflasi nasional yang tercatat sebesar 0,61 persen. Terjadi kenaikan inflasi pada Juni 2022 sektor transportasi paling tinggi.
“Tentunya kita harapkan ada kebijakan kemudian di lingkup lokal NTB, misalnya kita coba lihat bagaimana kebijakan yang bisa membantu masyarakat ini juga berperan menjaga daya belinya lebih baik lagi,” jelasnya.
Sementara itu, Gubernur Provinsi NTB Zulkieflimansyah mengatakan persoalan tingginya tarif tiket pesawat bukan hanya terjadi di NTB, tetapi di daerah lain juga. Tingginya harga biasanya ada yang memicu untuk kenaikan harga tersebut, salah satunya karena demandnya tinggi. Jika permintaan terhadap konsumen tinggi tentu ada kenaikan.
“Tingginya harga tiket pesawat karena jumlah pesawat beroperasi semakin berkurang. Sementara pengguna transportasi udara tersebut semakin tinggi,” ujarnya.
Dikatakan, jika berdasarkan hukum ekonomi ketika permintaan tinggi namun tidak diimbangi dengan jumlah ketersediaan barang. Maka otomatis harga barang akan semakin tinggi. Untuk itu satu satunya cara menekan harga tiket pesawat adalah dengan menambah jumlah pesawat yang beroperasi.
“Semoga bisa dikendalikan inflasi ini. Karena tidak ada gunanya pertumbuhan ekonomi tinggi inflasinya juga tinggi,” katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) NTB, Wahyudin menerangkan kenaikan inflasi pada Juni ini penyumbang terbesar datang dari kelompok transportasi, terutama transportasi udara yang paling dominan memberikan inflasi. Termasuk juga ada oli atau minyak pelumas juga ikut andil dalam memberikan inflasi di kelompok transportasi yang cukup besar.
“Memang harga tiket yang masih tinggi ini berpengaruh terhadap inflasi kita, ini lebih-lebih di kelompok transportasi ya yang sampai lebih dari 2 peran lebih tinggi dibanding kelompok makanan minuman,” ujarnya. (dpi)