Mataram (Inside Lombok) – Harga cabai rawit di pasaran saat ini tembus Rp100 ribu per kilogram (kg). Begitu juga di tingkat petani yang mengalami kenaikan hingga Rp65-70 ribu per kg. Kenaikkan ini disebabkan karena cuaca ekstrem hingga terkena virus yang membuat hasil panen petani menurun drastis.
“Memang harga cabai di tingkat petani cenderung naik dikarenakan produksi sangat kurang sekali, diakibatkan oleh beberapa faktor; seperti cuaca ekstrem, kena virus patek dan perkembangan tidak normal,” ungkap Ketua Asosiasi Petani Cabai Indonesia NTB, H Subhan, Senin (6/6).
Virus patek atau Antraknosa yang menyerang cabai-cabai petani juga membuat hasil produksi tidak banyak, mengingat banyak cabai yang rusak. Karena itu hanya ada sedikit cabai yang diambil pengepul.
“Posisi sekarang kisaran Rp65- 70 ribu harga cabai di petani,” ucapnya.
Di sisi lain, dari penuturan para pedagang di pasar tingginya harga cabai tidak hanya karena cuaca, melainkan juga karena cabai produksi NTB dikirim keluar daerah, seperti Pulau Jawa, Jakarta, Surabaya dan Bali. Kendati, Subhan meluruskan yang dikirim keluar daerah bukan cabai rawit merah, melainkan cabai rawit hijau.
“Untuk rawit lokal tidak ada yang keluar, justru saya berupaya menggeser cabe luar masuk ke Lombok. Yang dikirim keluar yang rawit hijau,” tuturnya.
Sementara itu, hasil panen petani berkurang drastis akibat cuaca ekstrem dan virus. Dari biasanya panen mencapai 10 ton, kini hanya mampu 1 ton lebih. Jumlah ini diupayakan bisa memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat di dalam daerah.
Terpisah, Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri (PDN) Dinas Perdagangan (Disdag) NTB, Endang Sri Wahyuni mengatakan harga cabai saat ini memang tengah mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Di tiga pasar tradisional pantauannya, harga cabai tembus Rp98-100 ribu karena stok yang terbatas.
“Cabai rawit di tiga pasar mengalami peningkatan harga sebesar 69 persen, karena petani produksinya banyak yang gagal panen,” ungkapnya.
Tak hanya cabai rawit saja, ada juga cabai merah besar dan keriting yang harganya mencapai Rp47 ribu per kg, dari sebelumnya Rp50 ribu. Kendati harganya mengalami penurunan 4-6 persen, karena produksinya sedikit mengalami peningkatan.
Di sisi lain, untuk pengiriman keluar daerah petani harus koordinasi dengan Balai Karantina. “Kalau mereka ngirim ada koordinasi dengan Balai Karantina, tapi yang namanya mereka mencari keuntungan, kita tidak bisa mengatur itu. Cuma bisa mengimbau saja,” jelasnya. (dpi)