27.4 C
Mataram
Rabu, 16 Juli 2025
BerandaBerita UtamaTerganjal Usia, Siswa Kurang Mampu Ditolak SMP di KLU

Terganjal Usia, Siswa Kurang Mampu Ditolak SMP di KLU

Lombok Utara (Inside Lombok) – Dunia pendidikan di Kabupaten Lombok Utara (KLU) kembali menjadi sorotan. Sebuah kisah pilu datang dari Desa Senaru, Kecamatan Bayan, di mana harapan seorang anak untuk melanjutkan pendidikan pupus di tengah jalan. Ia gagal diterima sebagai calon siswa baru di SMP Negeri 3 Bayan, bukan karena tidak mampu, melainkan karena usianya melebihi batas yang tertera pada petunjuk teknis (juknis) penerimaan siswa baru.

Kasus ini sontak memicu kemarahan publik dan kritik pedas dari para aktivis pendidikan. Di mana anak tersebut sempat putus sekolah selama satu tahun karena kendala ekonomi. Bahkan harus menjadi tulang punggung keluarga demi menyambung hidup. Setahun berlalu, secercah harapan sempat menyinari ketika seorang dermawan berbesar hati menjadi bapak angkat dan bersedia menanggung seluruh biaya pendidikannya. Namun, impian itu kembali kandas karena persoalan batas usia.

“Ditolak gara-gara umur lebih lima bulan. Di mana hati nurani sekolah? Ini bertentangan dengan prinsip wajib belajar sembilan tahun yang dijamin oleh negara. Kurang umur salah, lebih umur juga salah, lalu pendidikan ini sebenarnya untuk siapa,” ujar Gubernur Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) NTB, Zainudin, Selasa (8/7).

Lebih lanjut, pihaknya tak dapat menahan kekecewaannya. Dan mengecam sikap pihak sekolah yang dinilai tidak manusiawi dan tidak berpihak pada nasib anak-anak dari keluarga miskin. “Ini anak tulang punggung keluarga, sudah setahun tertunda sekolah karena miskin, sekarang ada yang mau bantu, malah ditolak gara-gara umur lebih lima bulan,” katanya.

Menurutnya, kasus ini harus menjadi cambuk keras bagi seluruh pemangku kebijakan di sektor pendidikan. Jangan sampai karena terlalu kaku mengikuti aturan, sehingga bisa saja kehilangan substansi pendidikan itu sendiri. Dimana seharusnya memberi akses seluas-luasnya bagi anak bangsa untuk sekolah dan jangan sampai ada hambatan seperti ini. “Jika sistem tidak bisa menampung semangat itu, maka sistemnya yang harus ditinjau ulang, bukan malah anaknya yang dikorbankan,” tuturnya.

Selain itu, Zainuddin juga mendesak agar SDM dan sistem di sektor pendidikan dievaluasi secara menyeluruh, khususnya yang merugikan hak-hak dasar masyarakat untuk memperoleh pendidikan. Pentingnya kebijaksanaan di atas sekadar formalitas. “Penolakan dengan alasan usia harus menjadi alarm moral. Pendidikan bukan sekadar soal angka di atas kertas, tetapi tentang masa depan anak-anak bangsa,” ucapnya.

Sementara itu, menanggapi kasus ini, Kepala Seksi Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Lombok Utara, Agus Karyanto, mengatakan pihaknya telah menerima laporan sejak dua hari lalu. Namun untuk aturan juknis dan sistem administrasi menjadi penghambat utama dalam menindaklanjuti kasus tersebut. “Kalau sudah menyangkut sistem, kami tidak bisa berbuat banyak. Anak ini juga pernah disarankan untuk masuk PKBM, tapi dia tidak mau karena ingin sekolah reguler,” katanya.

Di sisi lain, Kepala SMPN 3 Bayan, Lilik Wahyuni, membantah telah melakukan penolakan sepenuhnya. Pasalnya, pendaftaran masih dibuka dan keputusan belum final. Dimana baru 113 calon siswa yang mendaftar dari total kuota 132, artinya masih terbuka untuk 19 siswa lagi. “Kami masih menunggu arahan dari atasan untuk mencari solusi terbaik,” ujarnya. (dpi)

- Advertisement -


Berita Populer