Mataram (Inside Lombok) – Sebulan menjelang penyelenggaraan MotoGP seri Indonesia di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika, Lombok Tengah (Loteng), masih ada persoalan hosting fee yang harus dibayarkan ke Dorna Sports sebesar Rp231 miliar. Pemerintah daerah (pemda) di NTB pun didesak agar tidak lepas tangan. Terlebih penyelenggaraan ajang balap motor paling bergengsi di dunia ini mempertaruhkan kredibilitas negara.
Pemerintah daerah diminta tidak lepas tangan dan harus ikut membiayai hosting fee senilai Rp231 miliar untuk penyelenggaraan kejuaraan dunia MotoGP di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika pada 27-29 September 2024 mendatang. Pengamat ekonomi yang juga dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram, M Firmansyah mengatakan nilai hosting fee yang mencapai Rp 231 miliar tidak sedikit. Meski demikian, menurut gelaran MotoGP itu dinilai harus bisa berjalan dengan upaya pemda.
“Hosting fee dapat dibayar lewat kolaborasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah, juga lembaga bisnis lain. Termasuk PT Injourney Tourism Development Corporation atau ITDC. Perlu semua pihak legowo untuk ini,” kata Firmansyah. Menurutnya ajang MotoGP adalah pertaruhan bagi Indonesia. “Karena ini terkait nama Indonesia di mata dunia. Kredibilitas negara jadi taruhan. Dunia akan beranggapan, mau selenggarakan event tapi tidak punya uang. Tentu negara akan malu,” lanjutnya.
Oleh karena itu, pemerintah pusat dinilai perlu duduk bersama dengan pemerintah daerah. Kemudian membahas berapa sisa anggaran yang ada dan berapa yang mungkin bisa dibayar. Sehingga MotoGP kali ini bisa dilaksanakan di NTB.
Firmansyah mengatakan, jika tidak bisa dibayar, berbagai konsekuensi menanti. Di samping harus membayar pinalti yang nilainya ratusan miliar, juga konsekuensi lain dan paling buruk adalah keberlanjutan MotoGP Mandalika di masa depan.
“ITDC tentu saja perlu mutar otak. Bagaimana dapatkan hosting fee di waktu yang mepet begini. Bila tidak bayar dapat charge dari pihak Dorna 75 persen dari hosting fee. Maka, bayar ratusan miliar juga akhirnya. Mungkin saja ada konsekuensi lain yang menyertai, misalnya keberlanjutan event di Mandalika di masa datang jadi dipertanyakan,” kata Firmansyah.
Guru Besar Sosiologi Universitas Mataram Prof Dr Ir Lalu Wiresapta Karyadi M.Si menambahkan, penyelenggaraan MotoGP Mandalika bukan hanya persoalan ekonomi atau bisnis olahraga semata. Tetap MotoGP Mandalika telah menjelma menjadi citra dan martabat bangsa Indonesia.
“Mandalika, pulau Lombok, NTB dan Indonesia semakin menjadi perhatian dunia karena ajang MotoGP tersebut. Bukankah ini juga merupakan promosi untuk pengembangan pariwisata dan lain-lain. Jadi dalam hemat kami sebagai warga NTB, penyelenggaraan MotoGP 2024 adalah keniscayaan, harus terlaksana,” kata Lalu Wiresapta.
Sejak pertama kali digelar pada 2022 lalu, ajang MotoGP di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika, Kuta, Pujut, Lombok Tengah, telah membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi Indonesia dan NTB.
Pada 2023, multiplier effect MotoGP secara nasional mencapai Rp 4,3 triliun dan Rp 4,5 triliun pada 2022. MotoGP Mandalika 2023, berdampak positif terhadap kinerja ouput bidang pariwisata di level nasional sebesar 0,019 persen – 0,023 persen. Juga terhadap penyerapan tenaga kerja bidang pariwisata di level nasional sebesar 20.233 orang – 24.030 orang.
Khusus Lombok Tengah, NTB yang menjadi lokasi ajang MotoGP yakni Mandalika, pada 2023 mendapatkan kenaikan aktivitas ekonomi terkait pariwisata sebesar 13,45 persen dan berkontribusi terhadap PDRB sebesar 7.97 persen.
Presiden Joko Widodo dalam acara pertemuan tahunan Bank Indonesia 2022 lalu di Jakarta menyebut, pengembangan Mandalika membuatnya menjadi salah satu titik ekonomi baru untuk pariwisata di luar Pulau Jawa.
Selain itu, penyelenggara MotoGP juga mampu membangun branding dan citra baik Indonesia, khususnya NTB sebagai destinasi super prioritas. Dampak penyelenggaraan MotoGP di Mandalika dan pengembangan kawasan ekonomi khusus tersebut, harus terus berlanjut. Sehingga semua pihak, khususnya pemerintah daerah harus memberikan dukungan.
Saat ini, PT Injourney Tourism Development Corporation atau ITDC, telah memiliki lisensi untuk menyelenggarakan MotoGP hingga 2040. Terkait hal itu, ITDC memerlukan dukungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk pembayaran hosting fee untuk penyelenggaran MotoGP.
Hosting fee atau komitmen fee adalah biaya yang harus dibayar promotor untuk menggelar MotoGP kepada pihak Dorna Sports selaku pemegang hak komersial eksklusif MotoGP. Biaya hosting fee MotoGP 2024 sebesar 12.849.638 Euro atau Rp 231,29 miliar sudah termasuk PPh dan PPN. Di luar hal tersebut, masih ada organizer fee sekitar Rp100 miliar yang selalu menjadi tanggung jawab dan dibayar oleh ITDC.
Besarnya nilai hosting fee tersebut tentu menjadi beban yang semakin berat bagi ITDC. Oleh karena itu, dukungan dari pemerintah, terutama Pemerintah Daerah NTB maupun Kabupaten Lombok Tengah, sangat diperlukan dalam penyelenggaraan MotoGP.
Terkait itu, Kementerian Dalam Negeri sendiri telah bersurat terkait dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan lima destinasi pariwisata super prioritas tanggal 10 Juni 2024. Dalam surat tersebut, secara jelas dinyatakan bahwa pemerintah daerah wajib memberikan dukungan atas penyelenggaraan event ini dengan menyisihkan sebagian dari APBD. Sayangnya, meski sudah ada surat dari Kementerian Dalam Negeri, namun hingga saat ini belum terlihat adanya upaya dari Pemerintah Daerah untuk menjalankan instruksi tersebut.
Oleh karena itu, menurut Lalu Wiresapta, Pemerintah Daerah NTB sebagai tuan rumah seyogyanya harus tampil dan memberi kontribusi tidak hanya sekedar hosting fee. Apalagi jika mengingat dampak sosiopsikologis selain multiplier effect ekonomi seperti selama ini.
Benahi Lembaga
Menurut Firmansyah, secara ekonomi, MotoGP tentu bermanfaat bagi daerah. Multiplier effect itu ada dan relatif besar. “Tapi masalahnya tidak banyak yang menjelma jadi pendapatan asli daerah atau PAD atau langsung masuk kas. Ini sebagian dirasakan Pemda. Bagi pemda mungkin penghasilan PAD yang dapat dibelanjakan tahun depan lebih utama dari angka-angka makro. Karena APBD daerah-daerah ini relatif kecil,” kata Firmansyah.
Oleh karena itu, selain memastikan MotoGP Mandalika di tahun ini bisa berjalan, pembenahan kelembagaan untuk MotoGP Mandalika tahun 2025 juga harus jadi perhatian.
“Tahun 2025 harus telah punya kelembagaan yang secara fokus selenggarakan MotoGP dengan berbagai syaratnya, kembangkan ekonomi kawasan dan daerah-daerah di NTB. Misal dengan pengembangan produk dan event-event penyerta. Sehingga MotoGP dapat secara nyata dirasa, oleh daerah pun oleh masyarakat,” kata Firmansyah.
Menurutnya, ciri kelembagaan ekonomi yang belum proper itu ketika tidak jelas siapa lakukan apa. Lebih parah lagi, bila aturan main itu sebenarnya ada, tapi tidak dijalankan.
“Pola di atas pasti lahirkan ketidakpastian. Ketidakpastian, berpotensi kegiatan mandeg. Bila belum pasti, belum diikat oleh aturan main yang jelas, akan jadi masalah di waktu-waktu akhir, ketika masing-masing pihak tidak sepakat,” kata Firmansyah. (r)