Mataram (Inside Lombok) – Seorang tokoh yayasan dari salah satu pondok pesantren (ponpes) di Lombok Barat (Lobar) inisial AF dilaporkan ke Polresta Mataram atas tuduhan melakukan pelecehan seksual hingga pemaksaan hubungan badan terhadap 22 santriwati. Pola tindakan AF disebut menyerupai karakter Walid dalam film Bidaah dari Malaysia. Ia diduga menggunakan pendekatan religius untuk memperdaya para korban.
Dalam kasus itu, terduga pelaku disebut menjanjikan “keberkahan” dalam rahim korban sebagai dalih agar mereka bersedia mengikuti kemauannya. “Katanya, anak-anak yang lahir dari mereka akan menjadi wali. Korban yang terindikasi berjumlah 22 orang,” ujar Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram, Joko Jumadi, pada Senin, (21/4).
Dari jumlah tersebut, delapan korban telah secara resmi melapor ke pihak berwajib. Saat peristiwa terjadi, para korban masih di bawah umur. Joko menyebutkan bahwa tindakan itu berlangsung dari tahun 2016 hingga 2023.
Sebagian korban mengaku telah disetubuhi, sementara yang lain menjadi korban pencabulan karena menolak ajakan pelaku. “Ada yang diraba, tapi belum ada laporan korban yang sampai hamil,” jelas Joko yang juga merupakan dosen di Universitas Mataram (Unram).
Menurut keterangan, pelaku sering membawa korban ke sebuah ruang kelas pada tengah malam, sekitar pukul 00.00 hingga 01.00 Wita. Di ruangan tersebut, AF melakukan manipulasi psikologis terhadap para santriwati. Sebelum laporan masuk ke polisi, pihak pondok sudah terlebih dahulu mendapat informasi, sehingga pimpinan ponpes langsung menindaklanjuti dengan memanggil pelaku dan korban. “AF mengakui perbuatannya, meski ia mengaku tak ingat jumlah pastinya,” ungkapnya.
Kasus ini mulai terbongkar setelah para korban menonton film Bidaah, yang kisahnya mirip dengan pengalaman mereka di pesantren. Tokoh utama dalam film tersebut, Walid, adalah figur pemuka agama di pesantren yang melakukan kekerasan seksual. Para korban yang kini telah menjadi alumni kemudian saling berbagi cerita di grup alumni ponpes, hingga muncul keberanian untuk melaporkan ke polisi. “Setelah nonton film itu, mereka merasa ceritanya serupa dengan yang mereka alami, dan akhirnya berani bersuara,” kata Joko.
Secara terpisah, Kasat Reskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili mengkonfirmasi adanya laporan tersebut. Para pelapor adalah mantan santriwati. “Pekan lalu kami menerima empat laporan, dan minggu ini satu lagi,” ucapnya.
Saat ini, polisi tengah melakukan pemeriksaan saksi dan olah TKP.“Penyelidikan pun masih akan terus dikembangkan. Berdasarkan keterangan yang diterima, korban yang mengalami tindakan serupa oleh AF diperkirakan antara 10 hingga 15 orang. “Pelaku telah diamankan untuk mencegah gangguan keamanan selama proses penyidikan berlangsung,” tutup Regi. (gil)