Lombok Barat (Inside Lombok) – Event Perang Topat yang merupakan perpaduan tradisi dan budaya, serta nilai toleransi antar umat hindu dan islam di Lingsar dinilai sebagai warisan budaya luhur dengan nilai yang sakral. Karena menjadi gambaran wujud harmoni toleransi antar umat beragama di Lombok Barat (Lobar).
“Perang topat ini adalah warisan budaya luhur. Kita diwariskan nilai toleransi dan harmoni yang akan memperkokoh persatuan dan kesatuan. Semuanya ada di Lombok Barat,” ujar Penjabat (Pj) Bupati Lobar, Ilham saat menghadiri event Pujawali dan Perang Topat 2024 di Taman Lingsar, Minggu (15/12/2024).
Kata dia, penyelenggaraan Perang Topat ini sebagai wujud rasa syukur masyarakat islam dan hindu atas berbagai karunia yang telah diperoleh sepanjang tahun ini. Ritual tradisi dan budaya ini dianggap sebagai warisan budaya non benda yang harus terus dilestarikan. Sehingga pihaknya berharap kegiatan ini dapat terus didukung oleh kementerian pariwisata, melalui Kalender Event Nasional.
Sementara itu Pj Gubernur NTB, Hassanudin yang baru pertama kali menyaksikan langsung Perang Topat merasa takjub. Dia mengatakan bahwa ini adalah satu-satunya perang yang tidak menimbulkan korban karena menggunakan ketupat. Bahkan menurut dia, warisan budaya ini merupakan bentuk nyata dari pelaksanaan bhineka tunggal ika di bumi nusantara. “Kegiatan ini memiliki nilai dan makna yang tinggi untuk menguatkan toleransi dan kebersamaan,” lugasnya.
Dari lokasi yang sama, Direktur Event Daerah Kementerian Pariwisata RI, Reza Fahlevi memaparkan bahwa even Pujawali dan Perang Topat ini adalah salah satu yang terpilih di Karisma Event Nusantara (KEN) 2024. Ini disebutnya terpilih karena memiliki keunikan, keunggulan dan tentunya diharapkan dapat mendatangkan wisatawan.
“Dan hari ini kita melihat sangat bagus sekali dan juga banyak wisatawan yang datang, dan tentu harapannya bisa memberikan dampak yang positif bagi pelestarian nilai-nilai tradisi, bagi peningkatan dampak ekonomi kepada masyarakat sekitar,” ungkap Reza.
Pihaknya juga berharap, supaya tahun depan event ini bisa terpilih kembali. Tentu memang, diperlukan juga adanya peningkatan dalam sisi penyelenggaraan agar semakin baik lagi. Sehingga bisa lebih banyak menarik minat wisatawan untuk datang. “Kemenpar insyaallah akan tetap mendukung terselenggaranya event festival Perang Topat,” tutupnya.
Di mana Pujawali dan Perang Topat biasanya dilaksanakan setiap tahun pada bulan Purnama Sasih ke Pituq menurut warige atau penanggalan kalender Sasak. Perang Topat biasanya akan dimulai selepas shalat ashar bagi umat islam dan bertepatan juga dengan selesainya persembahyangan umat hindu. Warga Sasak menyebut waktu itu dengan sebutan craraq kembang waru atau di saat bergugurannya kembang waru sekitar pukul 17.00 Wita.
Sebagian masyarakat Lingsar pun meyakini, bahwa perayaan tradisi ini akan membawa berkah dengan turunnya hujan. Sementara sebagian yang lain ada juga yang menyebut, bahwa upacara ini dilaksanakan sebagai wujud rasa syukur atas hujan yang dikaruniakan oleh Tuhan untuk kemakmuran dan kesuburan. (yud)