Mataram (Inside Lombok) – Dinas PUPR NTB mencatat belanja untuk pembangunan infrastruktur di NTB mencapai Rp8,3 triliun dalam setahun. Sumber anggarannya dari APBD kabupaten/kota, APBD NTB dan APBN. Sayangnya, belanja untuk upah pekerjanya justru lebih banyak dibawa ke luar daerah.
Kepala Bidang Bina Konstruksi pada Dinas PUPR Provinsi NTB, Hasim menjelaskan per Rp1 triliun yang dikeluarkan, 30 persen atau Rp300 miliar untuk belanja upah. Jika ditotalkan dalam setahun belanjanya Rp8,3 triliun, artinya belanja upahnya sekitar Rp2,5 triliun untuk pekerja. Sayangnya, anggaran sebesar itu justru tidak beredar di NTB, melainkan di luar NTB.
“Sebegitu besarnya uang yang seharusnya beredar di masyarakat NTB, kalau semua tenaga kerja dan tenaga ahlinya adalah orang lokal,” ujar Hasim, Selasa (21/2).
Jika dirincikan lagi dalam Rp1 miliar yang dikeluarkan untuk belanja infrastruktur dibutuhkan 2 orang pekerja terampil atau bersertifikat. Kemudian sebanyak 2.000 tenaga terampil dilibatkan dalam Rp1 triliun. Selain itu ada 500-600 orang tenaga ahli harus terlibat. Hanya saja untuk tenaga ahli dan tenaga terampil yang mengerjakan proyek di NTB didominasi oleh tenaga ahli dan tenaga terampil didominasi tenaga dari luar daerah.
“Contoh pembangunan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, itu pembangunan infrastrukturnya banyak dikerjakan tenaga ahli dan tenaga terampil dari luar daerah,” ucapnya.
Bahkan untuk pekerja yang memasang paving blok saja merupakan tenaga dari luar NTB. Padahal sudah disampaikan kepada pihak ITDC untuk melibatkan tenaga kerja lokal, sehingga peredaran upah pekerja itu tidak hanya beredar di luar NTB tetapi didalam daerah juga. Tak hanya pembangunan di KEK Mandalika, begitu juga dengan pembangunan Graha Gemilang RSUP NTB menelan anggaran daerah lebih dari Rp400 miliar. Dari 229 tenaga kerja digunakan, hanya 10 persen tenaga kerja lokal yang dilibatkan.
“Persoalannya tenaga lokal yang tidak banyak memenuhi kualifikasi. Tidak bisa disalahkan juga, karena mereka juga harus melaksanakan proyek secara profesional dan tepat waktu,” ungkapnya.
Dikatakan, pihaknya sudah pernah menanyakan kepada pelaksana proyeknya terkait tidak banyak menggunakan tenaga lokal. Dan mereka memang merekrut tenaga-tenaga profesional dari luar agar proyeknya berjalan sesuai standarnya.
“Ini yang jadi perhatian pemerintah provinsi, kabupaten/kota dan asosiasi-asosiasi badan usaha. Serta perusahaan-perusahaan. Bagaimana kerjasamanya agar tenaga-tenaga lokal diberikan kemudahan untuk disertifikasi. Baik sertifikasi tenaga terampil, maupun tenaga ahli,” jelasnya.
Hal tersebut yang diupayakan pemerintah untuk memfasilitasi sertifikasi tenaga-tenaga ahli, bagi mereka yang baru-baru lulus perguruan tinggi. Supaya bisa terlibat langsung dalam proyek pembangunan yang ada di daerahnya. Artinya semakin banyak tenaga-tenaga terampil dan tenaga ahli lokal yang bersertifikasi dan terlibat dalam pembangunan infrastruktur di daerah, maka semakin besar belanja pembangunan yang mengendap di daerah.
“Otomatis perekonomian di NTB bisa terdongkrak lagi. Ini PR kita Bersama untuk mengendapkan lebih besar lagi belanja di daerah,” imbuhnya. (dpi)