27.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaBerita UtamaWisman Curhat Alami Scam di Desa Sade, Peningkatan SDM Pariwisata Jadi Tantangan

Wisman Curhat Alami Scam di Desa Sade, Peningkatan SDM Pariwisata Jadi Tantangan

Lombok Tengah (Inside Lombok) – Belakangan viral sebuah video TikTok wisatawan asing (wisman) mengeluh lantaran merasa di-scam oleh para pedagang suvenir di Dusun Adat Sade, Desa Rambitan, Lombok Tengah (Loteng). Wisman yang diketahui bernama Davud Akhundzada itu mengaku tidak menikmati kunjungannya ke Desa Sade, lantaran merasa semua atraksi yang disuguhkan palsu serta harga suvenir berupa kain tenun yang disebutnya tidak masuk akal.

Dalam video klarifikasinya di akun TikTok pribadinya yang diunggah setelah mendapat desakan untuk meminta maaf, Davud mengaku telah beberapa kali mendatangi destinasi wisata di Indonesia. Namun baru pertama kali mendapat pengalaman tidak menyenangkan, tepatnya di Desa Adat Sade.

Hal tidak menyenangkan tersebut, lanjut Davud, adalah ketidakjujuran yang dirasakannya. “Soal kasus desa itu (Desa Sade, Red), banyak hal yang tidak berjalan baik. Tentu saja saya menghargai kultur di sana dan kerja keras mereka. Saya mengerti kalau sarung (kain tenun, Red) dan barang-barang buatan tangan perlu berhari-hari dan berminggu-minggu untuk dibuat. Tapi kau tidak bisa meyakinkan saya, ketika harga aslinya (disebut) Rp500 ribu kemudian dia (pedagang) menurunkannya secara drastis sampai Rp300 ribu, saya punya keraguan kalau itu barang yang asli,” ujarnya menceritakan pengalamannya mencoba membeli kain tenun di Desa Sade.

Kemudian dilanjutkannya cerita tentang dirinya yang menanyakan harga selendang tenun kecil yang disebut seharga Rp60 ribu dari seorang nenek di Desa Sade. Davud mengaku tidak mengambil selendang tenun itu lantaran harganya, tapi tetap memberikan Rp100 ribu untuk membuat nenek itu senang.

“Mungkin pada akhirnya kalian perlu berhenti bersikap terlalu patriotik, dan mulai mencoba membuat perubahan di desa itu. Tapi kalian juga bebas membenci saya sebanyak yang kalian mau; itu tidak mengubah fakta dan tidak mengubah impresi saya soal desa itu,” ujar Davud.

Menanggapi kejadian itu, pengamat dan pegiat pariwisata, Taufan Rahmadi mengatakan apa yang terjadi antara Davud dengan pengalaman berwisata di Desa Adat Sade adalah dikarenakan terjadinya kesalahan persepsi dalam memahami maksud wisatawan yang menggunakan Bahasa Inggris kepada penduduk lokal.

“Sehingga persepsi antara wisatawan itu dan penduduk yang ditemui di Dusun Adat Sade tidak berada dalam pemahaman yang sama,” katanya saat dikonfirmasi Senin, (19/12/2022).

Menurut Taufan, kampung Sade bukanlah kampung yang dinarasikan sedemikian negatif seperti yang disampaikan wisatawan tersebut. “Hal ini tidak perlu dibesar-besarkan. Karena sejatinya masyarakat Sade sangat menghormati dan menjaga kenyamanan wisatawan,” ujarnya.

Ia menuturkan, langkah dari tokoh kampung Sade seperti Kepala Dusun sekaligus Ketua Adat, Kurdep dan Ketua Pokdarwis Sade, Sanah yang telah menyampaikan permohonan maaf patut diapresiasi, jika hal ini sampai mengganggu kenyamanan wisatawan.

“Sebagai bentuk respon atas kejadian itu mereka telah melakukan pertemuan dengan seluruh masyarakat Sade untuk memastikan kesalahan komunikasi seperti ini tidak terulang kembali,” tuturnya.

Ia menilai, bahwa pentingnya dilakukan peningkatan sumber daya manusia (SDM) khususnya dalam keahlian bahasa asing seperti Bahasa Inggris. Penting juga adanya kesepakatan jumlah donasi dan batasan harga dari produk kerajinan yang dijual.

“Kemudian dicantumkan di dalam sebuah papan informasi yang bisa dibaca oleh para wisatawan yang datang khususnya wisatawan mancanegara,” imbuhnya. Menurutnya, kejadian di Sade bisa jadi terjadi pula di desa-desa wisata lainnya di Indonesia, untuk mengatasi hal itu harus segera dilakukan program peningkatan SDM.

“Peningkatan SDM lebih intensif, dan penguatan awig-awig desa yang menjelaskan secara jelas tata-tertib di dalam berkunjung ke desa wisata,” pungkasnya.

Terpisah, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno melalui akun Instagramnya juga mengomentari kasus tersebut. “Saya sangat menyayangkan apa yang telah dilakukan Davud kepada masyarakat di Desa Sade, ini ada kesalahan persepsi dan komunikasi. Tidak perlu menggiring opini publik untuk membenci masyarakat dan Desa Sade,” ujarnya.

Menurutnya, Desa Sade adalah kampung yang selalu menyambut dan terus melakukan peningkatan kualitas pelayanan kepada wisatawan. Sade juga memiliki produk ekraf seperti tenun yang unik dan buatan tangan, selain itu juga kaya dengan budaya tari-tarian khas suku sasak.

“Kami di Kemenparekraf terus melakukan pelatihan, pendampingan peningkatan keahlian untuk para pelaku UMKM seperti kemampuan berbahasa Inggris khususnya di desa wisata. Selain itu, kami juga membuat standarisasi harga untuk produk kerajinan agar para semua wisatawan mengetahui batasan-batasan harga produk ekraf khas daerah,” ujarnya. (fhr)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer