Lombok Utara (Inside Lombok) – Kabupaten Lombok Utara (KLU) tengah bergelut dengan permasalahan serius terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Saat ini kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di kabupaten tersebut masih tinggi.
Berdasarkan data terbaru dari Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (UPT PPA) KLU menunjukkan angka kasus sepanjang tahun 2024, tercatat 136 kasus kekerasan terhadap anak dan 20 kasus terhadap perempuan. Kekerasan seksual menjadi jenis kasus yang paling dominan, disusul oleh pernikahan dini.
“Tingginya kasus perempuan dan anak ini, karena memang kesadaran masyarakat untuk melapor kini juga tinggi. Untuk kasus sebetulnya sudah banyak dari dulu. Cuman tidak semuanya terdata karena jarang masyarakat mau lapor,” ujar Kepala UPT PPA KLU, Ni Putu Rumini, Senin (23/12)
Diakui, tingginya jumlah laporan masyarakat ke UPTD PPA merupakan capaian positif. Artinya masyarakat percaya akan perlindungan pemerintah dan merasa nyaman untuk melaporkan sendiri apa yang terjadi. “Berkat sosialisasi yang terus kita gencarkan, sehingga masyarakat sadar, tidak lagi menganggap kejadian yang dialaminya sebagai aib dan malu melaporkan,” terangnya.
Lebih lanjut, dari berbagai laporan yang diterima itu kasusnya macam-macam. Tetapi kasus yang mendominasi adalah kasus pernikahan dini dan kekerasan seksual. Untuk kasus kekerasan seksual ada 37 kasus dan pernikahan dini 60 kasus. Selanjutnya untuk kasus perempuan didominasi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan juga kekerasan seksual. Dimana kasus KDRT ada 7 kasus dan kasus kekerasan seksual 7 kasus.
“Sisanya ada penyimpangan sosial (prostitusi, Red), psikis dan sebagainya. Tentu semua kasus yang terjadi menjadi perhatian buat kami semua, bagaimana mengantisipasi dan menekannya,” tuturnya.
Dari sekian kasus yang dilaporkan, kasus kekerasan fisik menjadi atensi, terutama yang menyebabkan luka lebam atau robek pada alat vital korban. Untuk kasus semacam ini pihaknya langsung bergerak cepat melakukan visum dan pendampingan ke Polres Lombok Utara. Sehingga dapat dengan segera orang yang terlibat bisa ditangani, terutama pelakunya dapat ditangkap dan diproses hukum sesuai dengan undang-undang yang ada.
“Karena tidak ada toleransi untuk kasus kekerasan fisik, begitu juga kekerasan seksual. Kami langsung berkoordinasi dengan kepolisian untuk penanganan lebih lanjut. Selain itu, kami akan lebih berusaha lagi, agar bisa menekan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak kedepannya,” demikian. (dpi)